KOMPAS.com - "Mas, aku mau pipis, tolong dianterin," ujar Sukinah, setengah berbisik kepada Ali Nursahid, salah seorang relawan yang menjaganya semalaman di salah satu ruangan kantor Lembaga bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Suara Sukinah berbisik lirih agar tidak membangungkan dua belas perempuan lain yang tidur dalam satu ruangan dengan Sukinah.
Dengan sedikit mengantuk, Ali bangun dan mengambil sebuah troli barang yang terletak di sudut ruangan. Tiga orang relawan lain masuk ke dalam ruangan untuk ikut membantu Sukinah.
Semen yang membelenggu kaki Sukinah sejak Senin (13/3/2017) menyulitkannya untuk bergerak. Rasa pegal mendera kaki hingga punggungnya. Tidur pun tak terasa nyenyak karena sepanjang malam Sukinah hanya bisa terlentang.
(Baca: Menagih Janji Presiden Jokowi Agar Kendeng Tetap Lestari)
Bahkan untuk ke kamar mandi pun Sukinah membutuhkan empat orang laki-laki untuk membantunya. Dua laki-laki memegang tangan Sukinah agar tidak terjatuh, sementara dua orang lainnya membantu mengangkat kaki Sukinah ke atas troli.
Hal yang sama juga harus dialami oleh 25 petani perempuan lain asal kawasan Pegunungan Kendeng. Beruntung mereka didampingi sekitar 20 relawan dari masyarakat dan pegiat HAM yang bersolidaritas.
Sejak Senin (13/3/2017), para petani dari kawasan Pegunungan Kendeng melakukan unjuk rasa mencor kaki dengan semen di depan Istana Negara. Aksi yang sama pernah dilakukan oleh sembilan petani perempuan di depan Istana Negara pada April 2016.
Aksi tersebut masih terus berlangsung dan jumlah petani pun kian bertambah. Pada hari kelima aksi protes, Jumat (17/3/2017), jumlah petani yang menyemen kakinya mencapai 50 orang. Mereka berasal dari Kabupaten Rembang, Pati, Blora, Grobogan dan Kudus.
(Baca: Gagal Mengadu ke Jokowi, Petani Kendeng Ingin Temui Megawati)
Selama berada di Jakarta, mereka menginap ruang PK. Ojong, kantor LBH Jakarta. Sebagian lagi tidur beralasakan tikar di ruang tengah. Setiap pagi Sukinah harus merasakan kerepotan yang sama.
Untuk mandi, mencuci dan buang air, Sukinah harus mengandalkan troli dan bantuan dari relawan. Setelah bangun tidur, tidak banyak yang bisa dikerjakan oleh Sukinah. Sesekali dia terlihat mengobrol dengan para relawan.
Lain waktu dia hanya merebahkan badannya sambil mendengarkan tembang jawa dari ponselnya. Menjelang siang, kerepotan lain harus dirasakan Sukinah saat berangkat dari kantor LBH menuju depan Istana Negara.
Mau tidak mau kakinya harus merasa sedikit nyeri ketika diangkat ke atas mobil bak terbuka. Rasa nyeri itu harus dirasakan setiap hari selama melakukan aksi.
"Apa yang saya lakukan ini hanya untuk Ibu Bumi. Untuk kepentingan anak cucu saya nanti, supaya mereka masih bisa menikmati Kendeng yang lestari," ucap Sukinah saat ditemui di LBH Jakarta, Senin (20/3/2017).