Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MKD Diminta Tetap Proses Laporan terhadap Setya Novanto

Kompas.com - 19/03/2017, 16:41 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diminta untuk tetap memproses laporan terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto.

Beberapa waktu lalu Novanto dilaporkan ke MKD atas dugaan pelanggaran kode etik terkait kasus korupsi e-KTP yang kini sedang berjalan di pengadilan.

Namun, MKD enggan memproses laporan tersebut dengan alasan kasus korupsi e-KTP masih dalam proses penegakan hukum, sehingga MKD menunggu proses hukum rampung.

Terkait hal tersebut, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai proses di MKD dan pengadilan berada pada ranah yang berbeda. Sehingga, MKD seharusnya tetap memproses laporan itu.

"MKD ranah etik, pengadilan ranah hukum. Etik itu jatuhnya sanksi jabatan, ranah hukum jatuhnya sanksi badan," kata Zainal seusai acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2017).

"Harusnya dia (MKD) memulai proses untuk memeriksa laporan itu. Saya engak tahu apa logikanya kemudian mengatakan itu sudah ranah hukum kemudian tidak ditindaklanjuti," ucapnya.

MKD, kata Zainal, keliru secara logika ketatanegaraan. Ia mencontohkan pada peristiwa pemakzulan Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gusdur.

Gusdur saat itu dijatuhkan sebagai presiden terkait kasus Bruneigate sebelum proses penegakan hukum rampung. Jika menggunakan logika seperti MKD, kata Zainal, maka Gus Dur saat itu seharusnya belum bisa diminta mundur sebagai presiden.

"Ranah hukum waktu itu sudah jalan tapi belum membuktikan apa-apa. Kalau logikanya seperti itu, berarti impeachment tidak boleh dilakukan selama pengadilan masih berjalan," kata dia.

Kualitas MKD pun dipertanyakan. Zainal menilai hal itu bukan hal baru melainkan sudah terlihat sejak MKD memproses kasus-kasus etik Novanto yang terdahulu.

Namun, Zainal meminta MKD tetap memproses laporan terhadap Novanto. Jika tidak, MKD akan dicap sebagai "Mahkamah Kehormatan Dagelan".

"Orang akan tagih itu. Tegakkan dulu, jangan membuat alasan yang memutar, dengan mengatakan bahwa hukumnya sedang berjalan," ucap Zainal.

(Baca juga: MKD yang Tak "Bergigi" Hadapi Setya Novanto...)

Setya Novanto dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan DPR oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, Kamis (16/3/2017). Dia dilaporkan karena diduga berbohong di hadapan publik.

Saat diwawancarai awak media, Setya Novanto mengaku tak pernah bertemu nama-nama yang ada di dalam dakwaan persidangan kasus korupsi e-KTP, yakni Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto.

Boyamin mengaku memiliki bukti foto pertemuan antara Novanto dan ketiga orang tersebut. Foto itu didapatnya dari dokumen resmi Kemendagri.

Ia menambahkan, pelaporan ini dilakukannya bukan untuk mencampuri proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelaporan ini menyoroti sikap tak terpuji Novanto sebagai anggota DPR yang telah berbohong di hadapan publik.

(Baca juga: Potensi Konflik Internal dan Upaya Golkar "Lindungi" Setya Novanto...)

Kompas TV MKD Tidak Akan Memberikan Sanksi Akumulatif Bagi Setnov
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com