JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR diminta untuk segera memanggil nama-nama anggota Dewan yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Sejumlah nama disebut dalam dakwaan kasus tersebut. Dan dari unsur legislatif salah satunya Ketua DPR RI Setya Novanto.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, karena pemberitaan kasus e-KTP yang sangat luas, MKD harus segera memberi respons untuk tetap menjaga marwah dan kredibilitas DPR.
(Baca: Ketua MKD: Secara Fakta Setya Novanto Bersih dari Sanksi MKD)
"MKD dibentuk sebagai penjaga public accountability DPR," kata Siti saat dihubungi melalui pesan singkat, Minggu (19/3/2017).
"Karena itu, MKD perlu merespons pemberitaan yang disampaikan Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan memanggil satu persatu yang tersebut di pemberitaan," sambungnya.
Hal itu dianggap penting karena MKD memiliki peran penting untuk menunjukkan marwah institusi legislatif.
Jika MKD tak bertindak, tak menutup kemungkinan publik akan bergerak dan menuntut. Tak terkecuali terhadap Novanto.
Ketua Umum Partai Golkar itu juga telah dilaporkan secara resmi ke MKD karena dugaan pelanggaran kode etik dewan terkait kasus e-KTP.
(Baca: MKD yang Tak "Bergigi" Hadapi Setya Novanto...)
Baik secara individual maupun institusional, kata Siti, hal itu harus segera direspons.
Jika memang terlibat, Novanto seharusnya mempertanggungjawabkan perbuatannya sebelum akhirnya diproses lebih jauh.
Hal itu sebagai tindak lanjut konsep Revolusi Mental yang digaungkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Tak hanya menjaga integritas di kalangan pejabat eksekutif, tapi juga legislatif.
"Indonesia sudah saatnya mengedepankan budaya malu dan mundur bila pejabat publik melanggar hukum atau melakukan tindak korupsi," kata Siti.