Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/03/2017, 08:56 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidak memahami penggunaan hak angket.

Usulan hak angket sebelumnya dilontarkan Fahri terkait penyidikan kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya pikir ini salah alamat kalau Fahri mendorong hak angket. Hak angket itu pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz di gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/3/2017).

Pasal 79 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) menyebutkan:

"Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan."

Donal menuturkan, pengungkapan kasus dugaan korupsi e-KTP masuk ke ranah hukum. Sehingga, lanjut dia, adalah salah alamat yang untuk menyelidiki kebijakan pemerintah di KPK.

"Kalau memang kebijakan pemerintah bermasalah, harusnya sejak dahulu sudah pertanyakan soal kebijakan pengadaan e-KTP. Fahri tidak memahami apa itu hak angket," ujar Donal.

Menurut Donal, permintaan hak angket bertujuan untuk mengaburkan keterlibatan nama-nama anggota DPR yang telah disebutkan dalam dakwaan. Fokus publik dapat beralih ke dalam perdebatan hak angket.

Tak hanya itu, bila hal angket terjadi, DPR akan melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Dalam Pasal 17 pada UU KIP, penyelidikan dan penyidikan termasuk informasi yang dikecualikan.

"Enggak bisa informasi itu dibuka dalam hak angket. Ini hanya soal permainan politik untuk mengaburkan kasus e-KTP sehingga publik digiring untuk berdebat isu yang tidak substansial," ucap Donal.

Sebelumnya, Fahri menilai pengungkapan e-KTP penuh kejanggalan. Salah satunya terkait nama anggota DPR yang disebut dalam dakwaan.

(Baca: Curigai Pengusutan Kasus Korupsi E-KTP, Fahri Hamzah Usulkan Angket)

Menurut Fahri, nama-nama legislator yang disebut baru dilantik pada saat penganggaran e-KTP. Fahri merasa tak masuk akal jika ada konspirasi di antara mereka yang baru saja dilantik.

"Kalau itu disebut konspirasi, bagaimana bisa anggota DPR baru dengan menteri baru langsung bikin kesepakatan," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/3/2017).

(Baca juga: Ini Alasan Fahri Hamzah Usulkan Hak Angket Kasus E-KTP)

Kompas TV Pro Kontra Hak Angket Kasus E-KTP

13 perempuan ini tidak memiliki uang 1 sen sen pun di kantongnya untuk makan atau kembali ke daerahnya masing-masing,"

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Nasional
Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Nasional
Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com