Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keresahan Golkar terhadap Kasus Korupsi E-KTP...

Kompas.com - 10/03/2017, 19:12 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah nama politisi Partai Golkar disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (9/3/2017), Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.

Nama-nama lainnya yang juga disebut dalam dakwaan, yakni Melchias Marchus Mekeng, Chaeruman Harahap, Agun Gunandjar Sudarsa, Mustokoweni, Markus Nari, hingga Ade Komarudin. Mereka disebut menerima sejumlah uang terkait proyek e-KTP.

Kasus e-KTP menjadi salah satu permasalahan yang memicu munculnya keresahan di internal Partai Golkar dan berpotensi memunculkan perpecahan baru di internal partai.

Situasi tersebut mengundang respons dari Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie. Ia berharap situasi itu tak berujung pada digelarnya Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar untuk mengganti ketua umum.

"Jangan kita hanya berpikir pragmatis, hanya mencari posisi atau jabatan dan setiap ada persoalan langsung berpikir untuk diselenggarakannya Munaslub," kata Aburizal melalui akun Twitter resminya @aburizalbakrie, Jumat (10/3/2017).

(Baca: Novanto Terseret Korupsi E-KTP, Ical Minta Tak Ada Desakan Munaslub)

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga meminta seluruh kader Golkar tetap bersatu padu dalam situasi apa pun dan mendukung satu sama lain dalam menghadapi permasalahan yang ada.

"Jika ada perbedaan pandangan, saya meminta untuk menyelesaikannya melalui mekanisme internal partai yang berlaku selama ini," tuturnya.

Hal senada diungkapkan Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono. Ia mengingatkan seluruh kader agar tetap solid meski Setya Novanto disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.

"Ketika perpecahan lalu, pilkada kami drop. Sekarang tertinggi. Itulah buah soliditas. Jangan gunakan momentum ini (kasus e-KTP) untuk pecah lagi. Kecuali kalau Pak Novanto tidak kooperatif, dia kooperatif kok dalam pemeriksaan. Jangan ambil posisi sekarang untuk menyalahkan," kata Agung pada Rapat Kerja Teknis (Rakornis) Partai Golkar di Jakarta, Kamis (9/3/2017).

(Baca: Siapa Penerima "Fee" Terbesar dari Kasus Korupsi E-KTP?)

Adanya keresahan di internal Golkar juga diungkapkan Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai. Sebab, dari deretan nama politisi yang disebut dalam dakwaan kasus e-KTP, politisi Golkar adalah yang paling banyak disebut terlibat.

Informasi tersebut akan tersebar ke seluruh Indonesia dan dimaknai berbeda oleh daerah. Padahal, Golkar mesti bersiap menghadapi sejumlah momentum politik seperti verifikasi partai politik hingga Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden serentak 2019.

"Memang kami akan mengalami turbulensi politik yang sangat kuat," kata Yorrys.

Atas situasi tersebut, Yorrys bahkan mengirimkan surat kepada Novanto yang diserahkan Senin (6/3/2017) lalu.

(Baca: Novanto Tak Disebut Terima "Fee" Korupsi E-KTP, Ini Penjelasan KPK)

Dalam surat lima halaman tersebut, salah satu hal yang diungkapkan adalah Golkar memiliki kerja-kerja kepartaian yang tak mudah sehingga persoalan internal seharusnya dapat diselesaikan dengan baik agar tujuan politik dapat tercapai.

Soliditas dan konsolidasi yang ingin dicapai pasca Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) juga dinilai belum berjalan dengan baik.

Yorrys tak menyertakan rekomendasi pada halaman suratnya. Ia hanya ingin DPP, khususnya ketua umum, bersikap atas situasi internal partai yang dipaparkannya pada surat tersebut.

"DPP perlu menyikapinya. Ini kajian yang dilakukan dari saya, Korbid Polhukam, kami coba elaborasi, disepakati korbid-korbid, lalu (surat) dikirim. DPP harus respons terhadap sikap ini," tuturnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com