JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil investigasi terhadap 139 polisi Indonesia (FPU 8) yang mengikuti misi perdamaian PBB di Sudan sudah selesai. Hasilnya, disimpulkan bahwa senjata yang ditemukan di Bandara El Fasher Sudan bukan milik kontingen Indonesia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, sistem pengamanan Bandara El Fasher tidak sesuai ketentuan yang ada.
"Artinya masih bisa disusupi, dimasuki pihak manapun," ujar Rikwanto di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (6/3/2017).
Rikwanto memastikan memastikan 139 polisi itu bersih dari tuduhan penggelapan senjata dan amunisi. Mereka sempat tertahan di Sudan selama 43 hari untuk menunggu proses investigasi.
(Baca: Sempat Tertahan, Pasukan Perdamaian Polri di Sudan Pulang ke Tanah Air)
"Kesimpulannya FPU 8 tidak terbukti memiliki dan punya tas yang berisi senjata. Sehingga mereka bersih dan bisa kembali ke tanah air," kata Rikwanto.
Rombongan tiba di Indonesia pada Minggu (5/3/2017). Selama di Sudan, mereka didampingi perwakilan dari Divisi Hubungan Internasional Polri, Divisi Hukum Polri, dan Kementerian Luar Negeri.
Sementara itu, investigasi dilakukan oleh PBB dan kepolisian Sudan, dibantu tim Indonesia. Rikwanto memastikan masalah yang dialami para polisi tersebut tak akan memengaruhi nasib mereka begitu kembali ke Indonesia.
(Baca: Polri Dapat Informasi Senjata di Bandara Sudan Hasil Curian)
Mereka akan diterima dengan layak, terlebih lagi FPU 8 dikenal punya prestasi bagus dan menjadi "idola" di Sudan.
"Kalaupun ada yang kemarin, sudah clear. Namanya masih baik dan sudah direhabilitasi," kata Rikwanto.
Sementara itu, belum diketahui milik siapa sebenarnya senjata-senjata itu. Rikwanto mengatakan, investigasi mengenai itu akan dilakukan kepolisian Sudan.