JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengaku cukup terkejut mendengar kabar soal adanya hakim Mahkamah Konstitusi yang diimbau untuk memperbarui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut dia, selama ini dirinya cukup taat dalam memperbarui laporan tersebut.
"Terus terang saya kaget. Sebab seingat saya selama ini saya sangat taat," kata Palguna dalam pesan singkat kepada Kompas.com, Jumat (3/3/2017).
"Saya cek ke staf saya ternyata saya mengirim LHKPN 2015. Dan benar memang berakhir Februari 2017," ujar dia.
Palguna merasa dirugikan soal penyebutan adanya hakim MK yang lalai dalam menyerahkan LHKPN. Pasalnya, di saat yang sama dirinya tengah menyusun LHKPN tersebut.
"Ketika Anda memuat berita itu kan baru tanggal 2 Maret. Artinya, ketika saya sedang menyiapkan laporan yang baru, yang mengisinya tidak mudah itu, saya sudah diberi stigma tidak taat. Apakah ini fair dan proporsional menurut Anda?" kata dia.
Palguna menegaskan, selama ini MK cukup proporsional dalam menerima kritik yang disampaikan masyarakat, meski kritik yang disampaikan cukup tajam dan pedas.
"Tapi ini sudah menyangkut integritas. Sehingga ketika Anda bertanya, saya merasa wajib menanggapi," kata dia.
KPK sebelumnya menyatakan, ada lima hakim MK yang belum memperbarui LHKPN.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, LHKPN paling akhir diperbarui pada Maret 2011. Selain itu, pada Mei dan Oktober 2014 dan Februari 2015.
(Baca juga: Mahfud MD Anggap Lima Hakim MK Langgar Undang-undang Terkait LHKPN)
Kewajiban melaporkan LHKPN tertuang dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Pasal 5 UU 28/1999 menyebutkan bahwa penyelenggara negara berkewajiban untuk bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat.
Selain itu, Peraturan KPK tahun 2005 mewajibkan untuk melaporkan LHKPN secara periodik setiap dua tahun.