Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus E-KTP Libatkan Nama Besar, KPK Harap Tak Ada Guncangan Politik

Kompas.com - 03/03/2017, 17:49 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo berharap tidak terjadi guncangan politik akibat perkara dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Sebab, perkara korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 2 triliun itu diduga kuat melibatkan nama-nama besar.

"Mudah-mudahan tidak ada goncangan politik yang besar ya, karena namanya yang akan disebutkan memang banyak sekali," ujar Agus di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (3/3/2017) sore.

Nama-nama besar itu, lanjut Agus, dapat publik lihat dan dengar langsung dalam persidangan perkara itu.

Sidang perkara itu sendiri akan digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dalam waktu dekat ini. Saat ini, pengadilan masih menentukan komposisi majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut.

"Nanti Anda tunggu. Kalau Anda mendengarkan dakwaan dibacakan, Anda akan sangat terkejut. Banyak orang yang namanya disebut di sana. Anda akan terkejut," ujar Agus.

Bagi KPK, penyebutan nama-nama besar yang terlibat perkara itu berarti juga akan membuka kembali penyelidikan yang baru.

"Nanti secara periodik. Kami (laksanakan) secara berjenjang, ini dulu, habis ini siapa, (proses) itu ada ya," ujar Agus.

(Baca juga: KPK Imbau Anggota DPR Serahkan Uang yang Terkait Kasus E-KTP)

Perkara dugaan korupsi e-KTP yang akan masuk persidangan ini terdiri dari dua tersangka, yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman.

Keduanya dikenakan Pasal 2 atau 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHAP. Menurut KPK, proyek pengadaan e-KTP senilai Rp 6 triliun.

Namun, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 2 triliun.

Kompas TV Salah satu skandal korupsi terbesar akan segera masuk masa persidangan. Kasus korupsi E-KTP merugikan negara sebesar Rp 2 Triliun akan naik ke meja hijau. Komisi Pemberantasan Korupsi menghabiskan waktu tiga tahun untuk menyelidiki skandal korupsi pengadaan E-KTP. Proyek E-KTP sebesar Rp 5,9 Triliun yang disetujui DPR itu diduga telah diselewengkan sejumlah pejabat baik eksekutif dan legislatif. Selama tiga tahun ini, KPK telah memeriksa 283 orang sebagai saksi. Mereka terdiri dari politisi, pengusaha, hingga pejabat dan mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri. Proyek E-KTP merugikan negara sebesar Rp 2,3 Triliun. Jumlah ini bukan uang yang sedikit. Dengan uang Rp 2,3 Triliun, negara bisa menggaji 18.800 orang guru senior selama setahun atau 100 rumah sakit di daerah. Kini, berkas perkara dugaan korupsi E-KTP akan segera masuk ke meja hijau. Tak tanggung-tanggung, 24.000 lembar berkas telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat. Berkas yang dilimpahkan merupakan perkara dari dua tersangka, yakni pejabat komitmen proyek E-KTP di Kemendagri, Sugiharto dan kuasa anggaran dalam proyek E-KTP, Irman, yang merupakan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. KPK meyakini masih ada aktor lain yang ikut menikmati uang dari hasil dugaan korupsi skandal proyek E-KTP ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com