Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kamis Siang, Paripurna DPR Bacakan Surat Usulan Hak Angket Ahok

Kompas.com - 23/02/2017, 12:17 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membacakan surat pengusulan hak angket terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di rapat paripurna DPR, Kamis (23/2/2017) siang.

Hak angket tersebut terkait status Ahok sebagai gubernur yang belakangan menuai polemik karena saat ini Ahok merupakan terdakwa kasus penodaan agama.

Rapat paripurna siang nanti sekaligus merupakan paripurna penutup masa sidang DPR.

"Akan dibaca sebagai surat masuk di paripurna," kata Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Surat tersebut, kata Fahri, hanya diberitahukan kepada peserta rapat bahwa sudah diterima oleh pimpinan.

Selanjutnya, diperlukan rapat Badan Musyawarah untuk mengatur penjadwalan pembacaan usulan penggunaan hak angket di masa sidang yang akan datang.

"Reses dua pekan lebih. Sudah akan masuk lagi nanti awal atau pertengahan Maret. Artinya bisa langsung dijadwalkan Bamus untuk penjadwalan pembacaan usulan di paripurna," ucap Fahri.

Usulan hak angket muncul setelah Ahok kembali menjabat sebagai Gubernur DKI seusai selesai masa cuti kampanye.

Setelah diprotes, Mendagri kemudian melayangkan permintaan penerbitan fatwa kepada MA untuk memperjelas ketentuan dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Belakangan, Ketua MA Hatta Ali mengatakan bahwa seyogianya hal itu tidak memerlukan fatwa MA. Persoalan itu bisa diselesaikan oleh biro hukum di Kemendagri.

(Baca: MA Tolak Keluarkan Fatwa Terkait Status Ahok, Ini Penjelasannya)

Berdasarkan Pasal 83 UU tentang Pemda, kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara.

Namun, pemberhentian sementara itu berlaku jika ancaman hukuman yang menimpa kepala daerah di atas lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dakwaan Ahok terdiri dari dua pasal alternatif, yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP. Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara itu, Pasal 156 a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.

Oleh karena itu, Kemendagri akan terlebih dahulu menunggu tuntutan jaksa, pasal mana yang akan digunakan. Tjahjo tidak akan mengubah keputusannya.

"Saya yakin betul, saya mempertanggungjawabkannya kepada Bapak Presiden apa yang sudah saya putuskan belum memberhentikan (Basuki)," ujar Tjahjo.

(Baca juga: Mendagri Siap Diberhentikan jika Keputusannya soal Status Ahok Salah)

Kompas TV Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melakukan rapat dengar pendapat dengan komisi II DPR terkait sejumlah perdebatan posisi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang masih aktif meski menyandang status terdakwa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com