Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolri Tegaskan Pihaknya Tak Sadap SBY

Kompas.com - 23/02/2017, 08:16 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menegaskan pihaknya tak pernah melakukan penyadapan terhadap Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Hal itu diungkapkannya terkait dugaan penyadapan terhadap SBY yang terungkap dari sidang kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Khusus untuk Polri, saya tegaskan tidak ada penyadapan dari Kepolisian," kata Tito dalam rapat kerja Polri bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2/2017).

Standar operasional prosedur (SOP) Polri, menurut Tito, sangat lah ketat. Selain ada Peraturan Kapolri yang mengatur, Polri juga memerlukan izin Pengadilan untuk dapat melakukan penyadapan.

(Baca: Penyadapan Bukan Delik Aduan, SBY Minta Penegak Hukum Bergerak)

Selain itu, Kepolisian mempelajari bahwa pada persidangan kasus Ahok tersebut tak ada penegasakan soal melakukan penyadapan melainkan hanya dikatakan bahwa ada komunikasi.

"Setelah itu komunikasi itu diketahui menurut yang bersangkutan dari media. Jadi belum ada kata-kata penyadapan," ujarnya.

Selain Kepolisian, ada beberapa instansi yang berwenang melakukan penyadapan seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Namun, ia enggan menjabarkan mengenai mekanisme penyadapan di instansi lain tersebut.

Tak hanya itu, penyadapan saat ini tak hanya bisa dilakukan oleh lembaga atau institusi resmi. Pihak asing pun memiliki teknologi yang bisa melakukan kerja intelijen di seluruh dunia.

(Baca: SBY Minta Penjelasan soal Dugaan Penyadapan, Ini Kata Jokowi)

Pernyataan Tito tersebut sempat diprotes oleh Wakil Ketua Komisi III sekaligus Ketua DPP Partai Demokrat Benny K Harman. Benny menilai kondisi tersebut berbahaya terlebih jika ada pihak-pihak yang tidak memiliki otoritas melakukan kerja intelijen mampu melakukan itu. Terlebih, SBY sebagai mantan Presiden menjadi salah satu korbannya.

Kondisi itu dianggapnya berbahaya dan dapat menjadi bom waktu jika dibiarkan. Namun, Tito membantahnya. Menurutnya hal itu adalah permasalahan dari kemajuan teknologi yang semakin canggih yang sudah menjadi perbincangan di tingkat internasional.

"Negara yang bisa melakukan penyadapan tanpa kerja sama dengan provider di negara itu ini teknologi. Memang jadi permasalahan keamanan dan hukum," ucap Tito.

"Anerika saja sampai bingung sendiri karena bagaimana mem-blok kemampuan-kemampuan itu tapi sudah ada teknologi seperti itu. Jadi kita harus hati-hati," sambungnya.

Pada persidangan dengan terdakwa Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pihak pengacara tidak menyebut bahwa mereka punya bukti rekaman sadapan perbincangan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin.

Menurut pihak Ahok, dalam percakapan itu, SBY meminta MUI untuk mengeluarkan fatwa mengenai pernyataan Ahok yang mengutip ayat Al Quran di Kepulauan Seribu.

SBY kemudian merasa dirinya telah disadap. Ia meminta aparat penegak hukum dan Presiden Joko Widodo bersikap terkait hal tersebut. Menurut SBY, tindakan penyadapan tanpa adanya izin pengadilan sebagai tindakan ilegal dan kejahatan serius.

Kompas TV Saat menyampaikan terkait dugaan adanya penyadapan ilegal yang dialaminya, Ketua Umum Partai Demokrat, SBY meminta adanya keadilan untuk mengungkap dugaan ini. SBY juga mengatakan bola dugaan penyadapan ada di tangan Presiden Joko Widodo, jika benar yang melakukan penyadapan adalah institusi negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com