JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian menetapkan Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua, Adnin Armas, sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan dana yayasan.
Adnin diduga melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Hal itu diungkapkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dalam rapat kerja Polri dengan Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senayan, Rabu (22/2/2017).
"Saudara Adnin dan saudara Bachtiar Nasir kami dengar keterangannya dalam kapasitas sebagai saksi. Saudara Adnin sebagai tersangka kasus pelanggaran Undang-Undang Yayasan ini karena ada ancaman hukumannya," kata Tito.
(Baca: Polisi Akan Periksa Ahli untuk Dalami Kasus Pencucian Uang Yayasan KUS)
Atas perbuatannya, Adnin dijerat Pasal 5 UU tentang Yayasan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Adapun Pasal 5 UU 28/2004 berbunyi, "Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus, dan pengawas."
Adnin juga dijerat Pasal 70 UU Nomor 16 Tahun 2001 yang berbunyi, "(1) Setiap anggota organ yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. (2) Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan."
Sebelumnya, Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua, Adnin Armas, membenarkan bahwa ia meminjamkan rekening yayasan ke Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).
Namun, ia mengaku tak tahu bahwa ada pengalihan dana dari rekening tersebut dan digunakan untuk peruntukan lain.
"Enggak tahu karena bukan uang kami. Dipinjam rekening saja, saya enggak mengelola uang dari GNPF itu," kata Adnin di sela pemeriksaan di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (15/2/2017).
Adnin mengatakan, setelah dipinjamkan, pengelolaan dana dalam rekening sepenuhnya merupakan urusan GNPF-MUI.
Ia mengaku secara sukarela meminjamkan rekening yayasan karena akan digunakan untuk menampung donasi untuk aksi bela Islam.
Adnin mengaku belum mendapat laporan soal pengelolaan dana di rekening itu.