JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, kasus praktik politik uang pada Pilkada 2017 sangat kecil. Apalagi, kata dia, bila dibandingkan Pilkada Serentak 2015.
Itu karena Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada secara tegas mengatur sanksi untuk pemberi dan penerima politik uang.
"(Politk uang) kecil. Dibanding tahun 2015 jauh sekali karena undang-undang ini kan tegas," kata Tjahjo di kompleks Kemendagri, Jakarta, Rabu (15/2/2017).
Ketentuan sanksi politik uang dalam UU Pilkada diatur dalam Pasal 187 poin A hingga D.
(Baca: Pantau TPS, Kapolda Jatim Sebut Tak Ada Politik Uang di Pilkada Batu)
Dalam pasal itu disebut bahwa orang yang terlibat politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan.
Selain hukuman badan, pelaku juga dikenakan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Tak hanya kepada pemberi, penerima uang berbau politik itu juga dikenakan sanksi pidana yang sama dengan pihak pemberi.
(Baca: Diduga Hendak Lakukan Politik Uang, Pria yang Bawa Rp 50 Juta Ditangkap)
Tjahjo meminta kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menelusuri temuan awal dari 600 potensi politik uang sepanjang penyelenggaraan pilkada.
Ia mengatakan akan memberikan sanksi bila aparatur sipil negara (ASN) terbukti terlibat politik uang.
"Kalau sepanjang bukti ada, kalau ada keterlibatan ASN, ya akan kami proses," ujar Tjahjo.