JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto menilai, beredarnya KTP elektronik palsu menjelang pilkada 2017 akan berimbas pada tingkat kepercayaan masyarakat.
Kepercayaan itu terutama terhadap daftar pemilih tetap (DPT) yang disusun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Walaupun DPT sudah bagus, tapi dengan embusan isu itu, terhadap penyelenggara pemilu dan DPT muncul lagi ketidakpercayaan," kata Sunanto di gedung KPU, Jakarta, Jumat (10/2/2017).
Selain masyarakat, menurut Sunanto, kepercayaan pasangan calon terhadap KPU juga berpotensi mengalami penurunan. Akibatnya, potensi gugatan hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi meningkat.
Sunanto menyebutkan, tidak adanya alat untuk memastikan keaslian e-KTP di tempat pemungutan suara (TPS) tidak menjamin lolosnya e-KTP palsu dalam pencoblosan.
Pengecekan di TPS tetap bisa dilakukan secara manual oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Meski begitu, tidak adanya alat itu tetap dikhawatirkan akan dimanfaatkan sejumlah pihak untuk mengurangi kepercayaan terhadap penyelenggaraan pemilu.
"Di situlah yang menimbulkan kepercayaan berkurang dan dimanfaatkan untuk menyerang kandidat lain melakukan punishment kesalahan kepada penyelenggara," ujar Sunanto.
(Baca juga: Cara KPU Cegah Penggunaan E-KTP Palsu di TPS...)
Sebelumnya, ditemukan 36 e-KTP palsu yang dikirim dari Kamboja pada Jumat (3/2/2017) melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Selain e-KTP, terdapat pula 32 kartu nomor pokok wajib pajak (NPWP), satu buku tabungan, dan satu karut ATM.
(Baca juga: Dugaan Pengiriman E-KTP Palsu, Kemendagri Koordinasi dengan Bea Cukai)