JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir tak memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri.
Sedianya Bachtiar diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan dugaan pencucian uang dengan tindak pidana asal pengalihan kekayaan yayasan kepada pembina, pengurus, dan pengawas, baik dalam bentuk gaji, upah, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang.
Pengacara Bachtiar, Kapitra Ampera mengatakan, kliennya sudah berniat hadir untuk pemeriksaan. Namun, pihaknya mendapati keganjilan dalam surat panggilan Bachtiar.
"Di surat ini ada laporan polisi tanggal 6 Februari, sprindik tanggal 6 Februari, dipanggilnya juga 6 Februari. Makanya kita datang ke sini dulu, konfirmasi, minta penjelasan ke penyidik apakah ini sudah tepat," ujar Kapitra di kompleks Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Kapitra menganggap kasus ini terlalu instan. Laporan polisi, surat perintah penyidikan, dan surat pemanggilan saksi terbit pada hari yang sama.
Semestinya, menurut dia, harus ada proses penyelidikan terlebih dulu sebelum meningkatkan status menjadi penyidikan.
Selain itu, kata Kapitra, sedianya surat panggilan dikirim tiga hari sebelum pemeriksaan sebagaimana tertera dalam undang-undang.
Namun, surat baru diterima Bachtiar pada Senin (6/2/2017) malam. Oleh karena itu, tim pengacara terlebih dulu meminta penjelasan penyidik soal sejumlah keganjilan tersebut.
Mengenai kasusnya pun Kapitra mengaku tidak mengerti. Dalam kasus ini, polisi tengah mengusut pencucian uang dari pengalihan kekayaan suatu yayasan.
(Baca: Rabu, Bareskrim Periksa Bachtiar Nasir Terkait Kasus Pencucian Uang)
Diakui Kapitra bahwa kliennya punya yayasan "Learning Al Quran", namun tak ada kaitannya dengan pengalihan kekayaan.
Ia menduga kasus ini dikaitkan dengan aksi bela Islam pada 2 Desember 2016.
"Kalau maksudnya yayasan dalam menampung dana bela aksi, Bachtiar tidak menjadi apa-apa disitu. Beliau kan ketua GNPF MUI," kata dia.
Diketahui, Bachtiar Nasir pernah menjadi penanggungjawab aksi damai pada 4 November 2016 lalu dan bergabung dalam aksi damai 2 Desember 2016.
Kedua aksi itu punya tuntutan yang sama, yakni mendesak proses hukum terhadap Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.