Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teganjal Aturan, "Buzzer" Kampanye Saat Masa Tenang Tak Bisa Ditindak

Kompas.com - 07/02/2017, 21:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro mengakui selama ini penyelenggara pemilu kesulitan untuk mengantisipasi aktivitas kampanye di media sosial selama masa tenang jelang pemilu.

Pasalnya, aktivitas kampanye tidak hanya oleh akun resmi pasangan calon, melainkan juga dilakukan oleh para "buzzer".

Sementara, saat ini tidak ada peraturan, mekanisme dan kapasitas untuk menghentikan aktivitas para buzzer tersebut, khususnya selama masa tenang menjelang Pilkada serentak 15 Februari 2017.

"Kampanye di media sosial memang sangat berpengaruh. Apalagi dalam menyebar fitnah dan hoax. Tapi selama ini memang tidak ada mekanisme untuk menghentikan itu," ujar Juri saat ditemui di kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (7/2/2017).

Hal senada juga diungkapkan oleh Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay. Menurut dia, kesulitan mengatur buzzer agar berkampanye sesuai aturan tidak hanya terjadi di Indonesia. Banyak negara juga mengalami hal yang sama.

Dia berharap ke depannya ada mekanisme dan aturan untuk membatasi kegiatan kampanye di media sosial.

"Ke depan kita harus cari cara. kalau KPU, ya cuma bisa mengimbau, tidak punya otoritas menyetop. Kami berharap yang punya otoritas menyetop seperti Bawaslu itu bisa melakukannya," ucap Hadar.

Pada kesempatan yang sama, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simanjuntak mengatakan, sesuai peraturan, Bawaslu hanya bisa menindak akun-akun resmi pasangan calon jika terjadi pelanggaran kampanye saat masa tenang.

Sementara Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk menindak akun pribadi yang bertindak sebagai buzzer.

"Akun yang dibuat oleh paslon dan resmi didaftarkan di KPU itu bisa kami hentikan, tetapi kalau yang lain-lain memang tidak bisa diatur," ujar Nelson.

Menurut Nelson, sulit bagi Bawaslu untuk mengantisipasi buzzer, selain memberikan imbauan agar mereka tidak melanggar aturan kampanye.

Dia berharap ada satu mekanisme dan sanksi yang jelas terhadap para buzzer kampanye. Sebab tidak menutup kemungkinan para buzzer itu sengaja dibentuk oleh para pasangan calon peserta Pilkada.  

"Saya yakin tidak akan mungkin di manapun, negara secanggih apapun, tidak akan mungkin menghentikan kegiatan-kegiatan berbau kampanye yang dilakukan oleh orang per orang dengan menggunakan media sosial," ungkapnya.

"Sama dengan perilaku buzzer, orang-per-orang dalam kampanye itu tidak akan bisa juga kita tindak karena tidak ada aturan yang melarang mereka dan menyatakan sebuah kejahatan atau sebuah pelanggaran hukum," kata Nelson.

Kompas TV Ingin Pilkada Makin Mutakhir, Kemendagri Adakan Rakornas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com