Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Diminta Segera Bentuk Pansel Hakim Konstitusi untuk Cari Pengganti Patrialis

Kompas.com - 06/02/2017, 08:19 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif menyarankan Presiden Joko Widodo segera membentuk Panitia Seleksi Hakim Konstitusi untuk mencari pengganti hakim konstitusi Patrialis Akbar.

Patrialis ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan suap pada Rabu (25/1/2017).

Ia duga menerima suap dari pengusaha untuk pengurusan perkara uji materi yang sedang ditangani Mahkamah Konatitusi (MK).

Uji materi itu terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Ketua Kode Inisiatif Very Junaidi menilai, perlu segera dicari pengganti Patrialis karena semakin dekatnya pelaksanaan Pilkada Serentak.

"Hal yang perlu direspons cepat terkait kewenangan MK, 2017 ini, akan ada momentum Pilkada serentak gelombang kedua, ada 101 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada serentak," ujar Veri, saat dihubungi Senin (6/2/2017).

Veri menyoroti jumlah hakim konstitusi pasca ditangkapnya Patrialis.

Ia mengatakan, hakim konstitusi sedianya memang berjumlah ganjil, yakni sembilan orang.

Dengan jumlah itu, hakim panel akan dibagi menjadi tiga. Masing-masing panel berjumlah tiga orang dalam menangani sengketa pilkada.

Dengan jumlah delapan orang yang ada saat ini, maka MK tidak mungkin tetap membaginya ke dalam tiga hakim panel.

Jika tetap dengan komposisi saat ini, maka ada satu sidang panel yang hanya akan diisi oleh dua orang hakim.

Hal ini, menurut Veri, akan menjadi kendala karena bisa saja satu hakim berpendapat berbeda dengan hakim lainnya.

Kendala juga muncul jika sidang panel dibagi menjadi dua dengan komposisi setiap panelnya terdiri dari empat hakim.

Menurut Veri, hal ini juga menjadi kendala karena bisa jadi mucul keseimbangan pendapat antar-hakim panel.

Selain itu, jika hanya ada dua sidang panel maka hal ini akan menambah panjang antrian penanganan sengketa.

"Jadi majelis itu kan harus ganjil, supaya ketika ada perdebatan saat mengambil keputusan masih tetap bisa dilakukan," ujarnya.

Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/1/2017).

Selain menangkap Patrialis, KPK menangkap pemberi Suap, yakni Basuki Hariman dan perantara suap, yakni Kamaluddin.

Dalam penangkapan tersebut, KPK menemukan draf uji materi nomor 129/PUU/XII/2015 terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Patrialis juga diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar untuk memastikan uji materi tersebut diterima MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com