Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naskah Akademik RUU Sumber Daya Air Dinilai Sulit Diakses

Kompas.com - 05/02/2017, 18:42 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Air mempertanyakan sulitnya akses terhadap naskah akademik Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (UU SDA).

Sementara, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan telah menyerahkan naskah akademik RUU SDA kepada Ketua Komisi V pada Kamis (26/1/ 2017).

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (Kruha) Muhammad Reza mengatakan, dengan tertutupnya akses terhadap naskah tersebut, Kruha curiga ada indikasi kesepakatan utang dengan Bank Dunia yang menuntut penetapan UU SDA yang lebih mengakomodasi kepentingan pasar.

"Proses pembuatan naskah akademik selalu tertutup selama dua tahun oleh Kementerian PUPR. Hingga saat ini Kruha belum bisa mengakses naskah akdemik RUU SDA," ujar Reza sebuah diskusi di kantor Konsorsium Pembaruan Agraria, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (5/2/2017).

Reza menuturkan, pembahasan RUU SDA di DPR tersebut akan menggantikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 85/PUU-XI/2013.

UU Nomor 7 tahun 2004, kata Reza, dibatalkan karena isi UU tersebut mendorong terjadinya komersialisasi dan privatisasi air.

MK melalui putusannya menyatakan air merupakan bagian dari hak asasi manusia. Dengan demikian pengelolaan air oleh negara harus inklusif dan tidak dimonopoli oleh perusahaan swasta.

Menurut Reza, sejak UU SDA dibatalkan, belum ada konsultasi publik yang diadakan oleh pemerintah terkait pembuatan RUU SDA yang baru.

Tanpa adanya partisipasi publik, maka praktik pengelolaan air ditengarai tidak akan banyak berubah.

"Praktik pengelolaan air saat ini masih lebih mementingkan upaya melakukan eksploitasi air, sehingga konservasi sebagai bagian penting dari keberlanjutan ketersediaan air diabaikan. Partisipasi masyarakat juga diabaikan," kata Reza.

Selain itu Reza juga mengingatkan kepada pemerintah dan DPR agar pembahasan RUU SDA harus berpijak pada putusan MK, di mana air dipandang sebagai hak sosial masyarakat, bukan sebagai komoditas ekonomi.

(Baca juga: "Masyarakat Masih Harus Bayar Mahal untuk Dapatkan Air Bersih")

 

Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Divisi Kampanye Walhi Khalisah Khalid. Dia menegaskan bahwa pembahasan RUU SDA harus berangkat dari fondasi filosofi air sebagai hak asasi.

Khalisah mengatakan, selama ini konflik agraria di sektor air banyak terjadi karena adanya privatisasi sumber-sumber air oleh perusahaan swasta.

Dia memcontohkan kasus konflik agraria yang terjadi di daerah Padarincang, Provinsi Banten, disebabkan masyarakat tidak lagi bisa mengakses air bersih sejak berdirinya perusahaan pengelola air minum.

"Air itu punya fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Tapi fungsi ekonomi di UU SDA yang lama sangat menonjol. Semangat privatisasi sangat kental," ucapnya.

Kompas TV Sejumlah Titik Jakarta Krisis Air Bersih
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com