JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta masyarakat untuk tidak melakukan aksi demonstrasi saat masa tenang Pilkada serentak 2017.
Apalagi, jika aksi itu dilakukan untuk mempengaruhi pilihan masyarakat dalam pilkada.
"Masa tenang tidak ada lagi kegiatan-kegiatan yang memicu sentimen publik, mempengaruhi publik," kata Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Wiranto mengatakan, adanya aturan masa tenang ini sudah diatur sedemikian rupa oleh penyelenggara pemilu.
Tujuannya adalah agar masyarakat bisa berpikir dalam ketenangan untuk menentukan calon kepala daerah yang akan dipilih.
"Kalau masa tenang diwarnai kericuhan, dengan hal-hal yang negatif itu namanya tidak sesuai dengan niat atau semangat masa tenang itu," ucap Wiranto.
Jika masih ada unsur masyarakat yang memaksa untuk menggelar aksi di masa tenang, maka Wiranto menilai hal itu bisa menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kalau ada yang melanggar itu, kepolisian nanti yang menindak," ujar mantan Mantan Panglima ABRI ini.
Masa tenang Pilkada 2017 sedianya berlangsung selama tiga hari sebelum pemungutan suara, yakni pada 12-14 Februari 2017.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aksi demonstrasi saat masa tenang Pilkada serentak 2017. Boy mengaku tahu informasi soal adanya rencana aksi tersebut.
"Kami imbau dulu, jangan melakukan aktivitas yang merugikan masyarakat saat masa tenang," ujar Boy di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (2/2/2017).
(Baca: Polri Minta Jangan Ada Aksi Demo Saat Masa Tenang)
Boy mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai rencana aksi tersebut.
"Itu kan masa tenang, masa panitia untuk persiapan. Suasana ramai saat kampanye bisa terobati (di masa tenang)," kata Boy.