Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri Tegaskan Revisi UU Ormas Penting untuk Perketat Seleksi Ormas

Kompas.com - 03/02/2017, 10:56 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dilakukan untuk memperketat seleksi Ormas di Indonesia.

Ia menegaskan, secara prinsrip tak boleh ada ormas yang anti-Pancasila atau diindikasikan anti-Pancasila dan berbau komunis.

"Konteks yang pemerintah ingin mencoba nerevisi seandainya direvisi, dalam konteks pendaftarannya kita perketat," kata Tjahjo dalam paparannya di acara diskusi di Fraksi PKS, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/2/2017).

Ia memaparkan, saat ini terdapat sebanyak 306.397 ormas yang terdeketeksi oleh pemerintah. Sedangkan yang terdaftar di Kemendagri adalah 287 ormas.

(Baca: RUU Ormas Kontrol Dana Asing ke Ormas)

Di tingkat provinsi, ada 2.477 ormas tak berbadan hukum, namun diberikan surat keterangan terdaftar oleh Pemda.

Sementara di Kementerian Hukum dan HAM tercatat ada sebanyak 301.760 ormas berbadan hukum.

Kementerian Luar Negeri juga mendata, terdapat 66 ormas didirikan oleh warga negara asing. Jumlah ormas yang tak terdaftar, kata Tjahjo, jauh lebih banyak.

Apalagi, syarat mendaftarkan ormas saat ini cukup mudah. Bahkan bisa dilakukan secara online.

Meski keberadaannya menjamur, Tjahjo mengakui sulit untuk membubarkan ormas. Tahapannya mesti melalui pemberian peringatan dalam beberapa tahap, hingga masuk pengadilan.

(Baca: RUU Ormas Disahkan, Delapan Pasal Alami Perubahan)

"Kecuali (membubarkan) ormas sesat, gampang. Kalau tidak, hanya karena satu-dua oknum atau pengurusnya teriak-teriak anti-Pancasila. Itu tidak bisa. Membubarkan ormas itu sulit," tuturnya.

Adapun pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah baru melarang satu ormas, yaitu Gafatar karena jelas ditolak oleh seluruh elemen masyarakat.

Tjahjo menjelaskan, revisi UU Ormas nantinya dilakukan agar Kemendagri, Kemenkumham dan Kejaksaan dapat membekukan atau melarang ormas berkegiatan jika tak memiliki izin atau pendaftarannya tak sesuai mekanisme.

"Jadi pendaftaran, pengawasan, sanksi, ini yang saya kira kalau teman-teman fraksi di DPR sepakat untuk revisi, dengan syarat pendaftarannya harus clear. Jangan disusupi asing," tutur Politisi kelahiran Surakarta, Jawa Tengah itu.

Namun, revisi UU Ormas tak lantas merupakan pengebirian hak berserikat berkumpul dan mengemukakan pendapat, melainkan mengatur agar jika ada kritik tetap dilakukan sesuai aturan.

"Ormas tidak harus dia mendukung setiap kebijakan pemerintah. Ada yang sifatnya sosial, ada yang mengritik. Enggak masalah. Asal sesuai mekanisme yang ada," ucap Tjahjo.

Kompas TV Unjuk Rasa Menolak Paham Komunis
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com