Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK dalam Penegakan Hukum Korupsi

Kompas.com - 02/02/2017, 20:15 WIB

Undang-Undang No 31/1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi juncto UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menjadi landasan bagi upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi mengalami perubahan mendasar.

Perubahan pertama terjadi pada 24 Juli 2006 ketika Mahkamah Konstitusi melalui putusan No 003/PUU-IV/2006 menyatakan norma Penjelasan Pasal 22 Ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)  bertentangan dengan konstitusi sehingga menjadi norma formil.

Perubahan kedua terjadi pada 25 Januari 2017, kembali MK melalui putusannya No 25/PUU-XIV/2016 menyatakan, frasa kata "dapat" dalam rumusan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor bertentangan dengan konstitusi sehingga "tidak mengikatnya" kata "dapat" menjadikan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor menjadi delik materiil.

Kedua perubahan di atas dianggap oleh sebagian masyarakat akan merugikan upaya pemerintah dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

Sementara sebagian masyarakat lain beranggapan sebagai  bagian dari upaya menegakkan hukum korupsi secara benar dan konsekuen.

Mundur atau maju?

Pertimbangan putusan MK di dalam perubahan pertama terkait norma dari rumusan frasa "secara melawan hukum" adalah perbuatan yang hanya bertentangan dengan hukum tertulis, sedangkan hukum tidak tertulis tidak lagi masuk di dalamnya.

Hal ini dikarenakan hukum tidak tertulis menimbulkan ketakpastian lantaran adanya kondisi dan pemahaman masyarakat yang berbeda-berbeda dan berubah-ubah dari waktu ke waktu  sehingga akan berbeda-beda pula di setiap waktu dan tempat.

Perubahan ini dianggap mempersempit ruang bagi hakim untuk menggali dan menemukan hukum sehingga hakim hanyalah corong UU atau hukum tertulis belaka.

Sementara pertimbangan MK dalam perubahan kedua terkait kata "dapat" dari rumusan "...dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" yang dianggap bertentangan dengan konstitusi karena rumusan ini sering disalahgunakan oleh aparatur penegak hukum untuk bertindak sewenang-wenang; sering menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran bagi pejabat pengambil keputusan; serta sering terjadi kriminalisasi terhadap kebijakan dan keputusan diskresi pejabat administrasi.

Pertimbangan dan alasan perubahan pertama, menurut penulis, sebuah "kemunduran" karena di dalam masyarakat kita sejak dahulu memiliki hukum tidak tertulis yang ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat, termasuk adat istiadat, khususnya di daerah-daerah terpencil.

Hal ini jelas mempersempit ruang hakim untuk menentukan perbuatan melawan hukum mana yang menjadi syarat bagi seseorang dapat dipidana. Dalam hal ini, hakim tinggal melihat apakah ada hukum tertulis yang mengatur mengenai perbuatan pidana tersebut (asas legalitas).

Pertimbangan dan alasan perubahan kedua, sebuah "kemajuan" (sekalipun alasannya subyektif) karena perubahan itu memperjelas dan memperkuat aspek perlindungan hukum dalam penegakan hukum korupsi.

Dalam praktik di tingkat penyidikan dan peradilan tipikor sering seseorang ditahan dan dihukum karena melakukan perbuatan melawan hukum korupsi Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, sekalipun kerugian negara riil tak terbukti.

Dari sisi penegakan hukum korupsi, adanya perubahan kedua ini menjadikan unsur "merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" harus dibuktikan secara materiil dan hakim dalam membuat putusan harus mempertimbangkan pembuktian seluruh unsur pidana dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com