JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai ada pemahaman yang keliru dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat soal pengawas badan peradilan. Arief sebelumnya menilai bahwa badan peradilan, termasuk MK, tidak boleh diawasi.
Menurut Arief, adanya pengawasan seakan memunculkan adanya tingkatan antara MK dengan lembaga pengawasan tersebut.
"Menurut saya itu cara berpikir yang keliru. Saya mau kasih contoh, pemerintah itu menurut ketatanegaraan diawasi oleh DPR. Pemerintah bawahan DPR, subordinasi? Kan enggak," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2017).
Tak hanya pemerintah, kata Arsul, sejumlah kementerian lembaga juga datang ke DPR. Hal itu dikarenakan fungsi pengawasan umum dimiliki DPR.
Selain itu, Arsul menyatakan lembaga pengawas ini hanya untuk mengawasi perilaku hakim, tidak sampai bisa membatalkan hasil putusan hakim.
(Baca: Ketua MK: Badan Peradilan Tidak Boleh Diawasi)
"Kalau perilaku hakim enggak bisa diawasi ya bagaimana nanti? Itu harus diawasi, yang diawasi prilaku hakim bukan lembaga kehakiman, lembaga peradilan," tutur dia.
Aturan mengenai pengawasan dapat dimasukkan sebagai materi revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Revisi tersebut, ucap Arsul, sudah masuk daftar Program Legislasi Nasional Prioritas 2017.
"Karena usul inisiatif dari pemerintah, kami posisi DPR menunggu naskah akademik dan draf RUU," kata dia.
Adapun berbagai hal yang perlu dimasukkan dalam UU MK, di antaranya mengenai penguatan independensi hakim MK. Kemudian, perihal pengaturan hukum acara di MK.
"Ketiga, memperkuat kedudukan dewan etik Mahkamah Konstitusi," ujar dia.