JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah buruh migran menuntut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, segera direvisi.
Wakil Ketua Lingkaran Aku Cinta Indonesia (LACI), Sri Martuti menuturkan, UU tersebut sudah didesak untuk direvisi sejak 2010. Namun hingga kini revisi belum juga terealisasi.
Sri mendesak Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang juga menjabat Ketua Tim Pengawas TKI sudah seharusnya memperhatikan nasib TKI, bukan hanya menyebut pekerja di luar negeri sebagai babu.
"Jadi mohon, (Fahri Hamzah) sebagai anggota dewan, Wakil Ketua DPR, Ketua Timwas TKI tolong segerakan UU 39/2004 segera diselesaikan setidaknya di 2017 ini," ujar Sri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Setidaknya, kata dia, UU TKI disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Konvensi Internasional mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
"Pada saat kami menuntut untuk direvisi di 2010 sampai 2017 belum selesai revisinya," kata dia.
Padahal, Fahri yang berperan sebagai Ketua Tim Pengawas TKI menurutnya seharusnya bisa mendorong agar perlindungan terhadap TKI lebih maksimal.
"Tapi pada kenyataannya sampai hari ini, posisi beliau yang sangat memungkinkan untuk perlindungan TKI dalam arti UU Nomor 39 Tahun 2004 itu sangat masih merugikan kami sebagai buruh migran. Kami selama ini menuntut revisi," ucap Sri.
Selain LACI, pihak yang sebelumnya telah terlebih dahulu melaporkan Fahri ke MKD, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Buruh Migran, juga menginginkan hal yang sama.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, menilai, seharusnya Fahri dengan posisinya justru bisa melindungi para buruh imigran. Migrant Care adalah salah satu LSM yang tergabung dalam koalisi.
"Karena DPR pihak yang justru gagal memproteksi buruh migran. Di mana revisi UU TKI yang harusnya tujuh tahun lalu masuk prioritas prolegnas mangkrak di sini karena kinerja mereka," kata Anis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.