JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting mengatakan, operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar membuat publik semakin ragu terhadap sterilnya institusi peradilan dari tindak pidana korupsi.
Miko menilai kepercayaan publik akan semakin tergerus. "Apalagi MK sudah dua kali tertimpa kejadian seperti ini. Kepercayaan publik akan sangat tergerus terhadap hukum dan institusinya," kata Miko melalui pesan singkat, Kamis (26/1/2017).
Miko menyesalkan adanya hakim yang terjerat kasus suap. Tertangkapnya hakim konstitusi karena suap, lanjut Miko, merupakan hal yang memalukan bagi hukum di Indonesia.
Menurut Miko, tidak ada syarat lebih tinggi selain sikap negarawan yang harus dimiliki setiap hakim MK.
(Baca: Penyuap Patrialis Akbar Pernah Diperiksa KPK dalam Kasus Kuota Impor Sapi)
Miko menyebutkan, KPK harus mengusut tuntas kasus dugaan suap tersebut. Miko menduga, kasus suap pengujian undang-undang tidak hanya melibatkan satu orang.
"Semua aktor, modus, dan jaringan korupsinya harus diungkap setuntas-tuntasnya," ucap Miko.
Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan hakim konstitusi Patrialis Akbar sebagai tersangka dalam dugaan suap terkait uji materi di Mahkamah Konstitusi, Kamis (26/1/2017).
KPK menangkap Patrialis Akbar setelah melakukan operasi tangkap tangan yang berlangsung antara Rabu (25/1/2017) malam hingga Kamis (26/1/2017) dini hari.
Patrialis disangka menerima suap sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura dari importir daging.
Suap tersebut terkait uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang tengah ditangani MK.