JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Mulfachri Harahap meminta Polisi menjaga netralitasnya saat mengusut dugaan pidana yang melibatkan calon kepala daerah yang bertarung Pilkada 2017.
Mulfachri memaklumi langkah Polri saat ini memang tak sesuai dengan peraturan Kapolri (Perkap) yang dikeluarkan Kapolri sebelumnya, Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti.
Perkab itu mengatur penundaan penyelidikan terhadap calon kepala daerah pada masa Pilkada.
(baca: Ahok Diproses, Kapolri Instruksikan Usut Semua Kasus Peserta Pilkada)
Perka itu dikeluarkan Badrodin untuk menghindari politisasi saat proses penyelidikan berlangsung.
"Idealnya memang menggunakan Perkap itu untuk mencegah adanya politisasi, tapi Jakarta ini agak berbeda," kata Mulfachri saat dihubungi, Rabu (25/1/2017).
"Sebelumnya Polri telah memproses kasus dugaan penistaan agama salah satu calon, maka konsekuensinya kasus lain yang belakangan melibatkan calon lain juga mesti diusut," lanjut politisi PAN itu.
(Baca: Senyum yang Hilang dari Wajah Agus Ketika Ditanya soal Sylviana...)
Ia meminta Polri segera mengeluarkan hasil penyelidikan sesegera mungkin agar tak menimbulkan kecurigaan.
"Sampaikan apapun itu hasilnya agar tak mengundang kecurigaan dari masyarakat dan jaga netralitas agar suasana tetap kondusif," tutur Mulfachri.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya mengatakan, Polri terpaksa mengesampingkan Perkab yang menyatakan pengusutan kasus terhadap calon kepala daerah harus menunggu proses Pilkada selesai.
(baca: Bareskrim: Status Kasus Masjid Al-Fauz Naik ke Penyidikan)
Menurut Tito, kasus yang menjerat Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi referensi Polri untuk melanjutkan kasus-kasus lain yang menyeret peserta Pilkada.
"Kalau ini digulirkan, akan membawa konsekuensi. Siapa pun yang dilaporkan, semua dilaporkan sama, harus diproses," ujar Tito di Kompleks PTIK, Jakarta, Rabu (25/1/2017).
Padahal, Perkap tersebut diterbitkan agar tidak terjadi politisasi dan muncul kesan kriminalisasi dengan memanfaatkan penegakan hukum. Namun, karena desakan masyarakat yang kuat, Polri melanjutkan laporan itu.
Aksi saling lapor terhadap peserta Pilkada tak hanya terjadi di DKI Jakarta. Di daerah pun banyak ditemukan kasus serupa.
(baca: Bareskrim: Kasus Korupsi Bansos Kwarda Pramuka DKI Naik ke Penyidikan)
Tito mengatakan, kasus Ahok menjadi preseden untuk menindaklanjuti laporan tanpa harus menunggu Pilkada selesai.
"Jangan dihentikan prosesnya karena referensinya adalah kasus Ahok yang diajukan pada saat tahapan Pilkada. Yang otomatis membawa konsekuensi hukum asas equality before the law, semua sama di muka hukum. Tidak ada bedanya," kata Tito.