Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLHK Percepat Legalisasi Hutan untuk Masyarakat Adat

Kompas.com - 19/01/2017, 21:19 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, pihaknya tengah mengupayakan percepatan proses legalisasi hutan adat untuk masyarakat adat setempat.

Pemerintah telah membentuk tim pendamping lapangan yang terdiri dari 4700 orang. Bersama aktivis dan masyarakat, tim tersebut bertugas untuk mengecek lahan-lahan yang akan dialihkan statusnya sebagai hutan adat.

"Sekarang kami sedang siapkan pendampingan dan penyuluhan. Tentu saja harus ada verifikasi lokasinya, koordinat dan penelitian di lapangan. Itu yang makan waktu, tapi karena ada data awalnya jadi sudah lebih mudah," ujar Siti saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2017).

Siti memaparkan, berdasarkan data KLHK, saat ini 4 juta hektar dari total 8 juta hektar yang disediakan pemerintah sudah ditetapkan sebagai hutan masyarakat adat.

Dari total tersebut, pemerintah berencana menaikkan target hutan adat menjadi 12,5 juta hektar dengan pola pengalihan status seluas 2 juta hektar setiap tahunnya.

"Saya kira harapan Bapak Presiden bisa kami kerjakan sebaik-baiknya," tutur Siti.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya untuk mengurangi kesenjangan sosial, dengan mempercepat proses legalisasi hutan adat untuk masyarakat adat setempat. Janji percepatan itu diungkapkan Presiden Jokowi saat memimpin rapat kabinet paripurna di Istana Bogor, Rabu (4/1/2017).

Lambannya pengalihan status

Selama ini pemerintah dinilai lamban dalam melegalisasi hutan adat bagi masyarakat hukum adat setempat. Pendaftaran kawasan hutan adat pernah diajukan oleh sejumlah masyarakat hukum adat dan organisasi masyarakat sipil pada 5 Oktober 2015 ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Penetapan kawasan hukum adat tersebut diajukan oleh masyarakat hukum adat Marga Serampas di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, masyarakat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, masyarakat Lipu Wana Posangke di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, dan Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak, Banten.

Namun, KLHK baru mengeluarkan penetapan kawasan hutan adat tersebut pada 30 Desember 2016.

Menurut Direktur Rimbawan Muda Indonesi (RMI) Mardha Tillah, hal tersebut terjadi karena adanya keraguan dan skeptisisme pemerintah bahwa masyarakat adat tidak akan mampu mengelola hutan. Hal itu harus dihilangkan bila pemerintah serius untuk mengurangi kesenjangan sosial.

"Banyak yang skeptis, tidak nyaman, atau takut dengan perubahan, begitu juga dengan perubahan status hutan negara menjadi hutan adat. Setelah penetapan hutan adat pertama pada 30 Desember 2016 lalu, maka penetapan selanjutnya diharapkan tidak lagi memakan waktu yang lama," ujar Mardha saat dihubungi, Kamis (5/1/2017).

Mardha menuturkan, perubahan status hutan negara menjadi hutan hak selama ini dipandang sebelah mata, apalagi perpindahan status kepemilikannya kepada masyarakat adat. Pemerintah dinilai terlalu berhati-hati karena belum pernah ada preseden sebelumnya.

"Bahwa hal ini (perubahan status) bukan dalam upaya mengancam keberadaan hutan, tapi secara fakta justru sudah menyumbang ke perluasan jumlah kawasan hutan," ungkap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com