Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Basarah
Politisi

Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro. Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI. Ketua Badan Sosialisaai MPR RI. Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan. Ketua Umum DPP Persatuan Alumni GMNI. Pendiri dan Sekretaris Dewan Penasehat Baithul Muslimin Indonesia. Wakil Ketua Lazis PBNU

Tinjauan Historis dan Yuridis Pancasila

Kompas.com - 15/01/2017, 19:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

AKHIR-AKHIR ini banyak yang membicarakan bahkan ada yang mulai mempersoalkan kembali posisi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara kita. Diskursus dan situasi tersebut tentu akan menjadi tidak terkendali dan menciptakan dikotomi di tengah-tengah masyarakat jika pemahaman masing-masing pihak hanya berdasar pada sudut pandang pribadi, kelompok, maupun golongan, dan mengabaikan proses pembentukan Pancasila sebagai dasar negara oleh para Pembentuk Negara.

Upaya pendikotomian tersebut hendak memutus rangkaian proses kelahiran Pancasila dan menciptakan opini seolah-olah Pancasila 1 Juni merupakan milik kelompok Soekarnois, Piagam Jakarta milik kelompok Islam, dan 18 Agustus milik rakyat Indonesia pada umumnya. Sehingga setiap ada wacana Pancasila 1 Juni dianggap sebagai romantisme sejarah dan hanya milik kelompok tertentu.

Pendikotomian dan stigma romantisme sejarah tersebut tentu tidak tepat bila diuji pada fakta-fakta sejarah proses kelahiran Pancasila sebagai dasar negara. Penulis telah meneliti fakta-fakta historis dan yuridis sejarah proses kelahiran Pancasila dan telah mempertanggungjawabkan secara akademis melalui disertasi doktoral di Universitas Diponegoro.

Dua dari sembilan penguji desertasi tersebut adalah Ketua dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yakni Arief Hidayat dan Mahfud MD.

Merujuk pada fakta-fakta sejarah yang telah penulis teliti maka pendikotomian tersebut tidak mendapatkan kebenaran sejarah. Kenapa demikian?

Pertama, Pancasila yang disampaikan Soekarno sebagai anggota resmi BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) melalui pidato tanpa teks pada 1 Juni 1945 merupakan jawaban terhadap pertanyaan Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPK tentang apa dasarnya bila Indonesia merdeka kelak. Soekarno adalah pencetus pertama Pancasila Dasar Negara dan pembicara terakhir dari 40 orang yang menyatakan pendapat (A.B. Kusuma, 2009 : 16).

Kedua, setelah Soekarno selesai menyampaikan pidatonya, pidato Pancasila tersebut diterima secara aklamasi oleh seluruh anggota BPUPK. Menurut kesaksian Panitia Lima, hal tersebut terjadi dikarenakan Pidato Pancasila Soekarno satu-satunya yang tegas mengusulkan filosofische grondslag untuk negara yang akan dibentuk. Panitia Lima terbentuk atas anjuran Presiden Soeharto pada tahun 1975 untuk meneliti sejarah kelahiran Pancasila. Panitia Lima tersebut terdiri dari lima orang tokoh pendiri bangsa yakni Mohammad Hatta, Ahmad Subardjo Djojoadisurjo, A.A. Maramis, Mr. Sunario, dan Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo. (Panitia Lima, 1980 : 25 dan 60).

Dengan diterimanya Pancasila 1 Juni 1945 sebagai dasar falsafah negara secara aklamasi oleh BPUPK, maka Pancasila 1 Juni 1945 telah menjadi keputusan BPUPK yang bersifat mengikat, tidak lagi sebatas pendapat pribadi Soekarno. Bahkan pidato steno-grafisch verslag tersebut, oleh Panitia Kecil yang dibentuk BPUPK dijadikan sebagai bahan baku untuk menghasilkan rumusan final Pancasila.

Pengakuan Pancasila 1 Juni juga ditegaskan Notonegoro yang menyatakan bahwa pengakuan Pancasila 1 Juni bukan terletak pada bentuk formal yang urut-urutan sila-silanya berbeda dengan sila-sila Pancasila yang terdapat dalam Pembukan UUD 1945, tetapi terletak dalam asas dan pengertiannya yang tetap sebagai dasar falsafah negara (Notonegoro, 1988 : 8).

Sehingga tepatlah kebijakan Pemerintahan Jokowi yang telah menetapan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila melalui Keppres nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahirnya Pancasila. Keppres tersebut menempatkan kembali sejarah proses kelahiran Pancasila berdasarkan fakta sejarah tanpa bermaksud mengganti rumusan final sila-sila Pancasila.

Terbitnya Keppres tersebut juga berarti negara telah menyatakan eksistensinya sekaligus memberikan kepastian bagi seluruh rakyat Indonesia bahwa dokumen yang dapat dipelajari dan dipahami sebagai tafsir otentik sila-sila Pancasila menurut Pembentuk Negara terletak pada Pidato Soekarno 1 Juni 1945.

Ketiga, Panitia Sembilan pada sidang tanggal 22 Juni 1945 menghasilkan rumusan yang kita kenal sebagai Piagam Jakarta. Sejarah mencatat, Panitia Sembilan yang diketuai Soekarno terbentuk atas inisiatif dan prakarsa Soekarno.

Inisiatif dan prakarsa tersebut dilakukan Soekarno atas penghormatan dan keinginan menjaga keseimbangan antara Kelompok Kebangsaan dan Kelompok Islam karena komposisi Panitia Delapan yang dibentuk BPUPK tidak proporsional.

Kelompok Islam hanya diwakili dua orang yakni Ki Bagoes HadiKoesoemoe dan KH. Wachid Hasjim, sedangkan Kelompok Kebangsaan diwakili enam orang yakni Soekarno selaku ketua, Mohammad Hatta, Muh. Yamin, A.A. Maramis, R. Otto Iskandardinata, dan M.S Kartohadikoesoemoe.

Sehingga Soekarno membentuk Panitia Sembilan yang komposisinya lebih proporsional terdiri dari empat orang kelompok Kebangsaan yakni Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Muh. Yamin, A. Soebadrjo dan empat orang kelompok Islam yakni K.H. Wachid Hasjim, H. Agus Salim, K.H. Kahar Muzakkir, dan R. Abikoesno Tjokrosoejoso, serta Soekarno berdiri di tengah sebagai ketua Panitia Sembilan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Nasional
KPK Duga Pelaku Korupsi di PT PLN Rekayasa Anggaran dan Pemenang Lelang

KPK Duga Pelaku Korupsi di PT PLN Rekayasa Anggaran dan Pemenang Lelang

Nasional
Prabowo-Gibran Menang di Jawa Barat, Raih 16,8 Juta Suara

Prabowo-Gibran Menang di Jawa Barat, Raih 16,8 Juta Suara

Nasional
KPK Usut Perkara Baru di PLN Unit Sumatera Bagian Selatan Terkait PLTU Bukit Asam

KPK Usut Perkara Baru di PLN Unit Sumatera Bagian Selatan Terkait PLTU Bukit Asam

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Data Aman meski Sirekap Terhubung Server Luar Negeri

Menko Polhukam Pastikan Data Aman meski Sirekap Terhubung Server Luar Negeri

Nasional
Soal Maksud Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Budi Arie: Kita Perlu Persatuan

Soal Maksud Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Budi Arie: Kita Perlu Persatuan

Nasional
MER-C Indonesia Kirim 11 Relawan Medis ke Gaza

MER-C Indonesia Kirim 11 Relawan Medis ke Gaza

Nasional
Projo Bilang Kaesang dan Erina Tak Maju Pilkada 2024

Projo Bilang Kaesang dan Erina Tak Maju Pilkada 2024

Nasional
Dapat Restu Jokowi, Sekretaris Pribadi Iriana Maju Pilwalkot Bogor 2024

Dapat Restu Jokowi, Sekretaris Pribadi Iriana Maju Pilwalkot Bogor 2024

Nasional
Rapat dengan DPR, Risma Dicecar soal Banjir Bansos Jelang Pencoblosan

Rapat dengan DPR, Risma Dicecar soal Banjir Bansos Jelang Pencoblosan

Nasional
Tiga Anak Mantan Presiden Raup Suara Besar di Pileg: Trah Soekarno, Soeharto, dan SBY

Tiga Anak Mantan Presiden Raup Suara Besar di Pileg: Trah Soekarno, Soeharto, dan SBY

Nasional
Menkominfo Klaim Situasi Media Sosial Usai Pemilu 2024 Lebih Baik ketimbang 2019

Menkominfo Klaim Situasi Media Sosial Usai Pemilu 2024 Lebih Baik ketimbang 2019

Nasional
Hasil Rekapitulasi KPU: Prabowo-Gibran Menang di Maluku

Hasil Rekapitulasi KPU: Prabowo-Gibran Menang di Maluku

Nasional
Kemenkominfo 'Take Down' 1.971 Berita Hoaks Terkait Pemilu 2024

Kemenkominfo "Take Down" 1.971 Berita Hoaks Terkait Pemilu 2024

Nasional
Menko Polhukam: Pengumuman Hasil Pemilu 2024 Masih Sesuai Rencana, 20 Maret

Menko Polhukam: Pengumuman Hasil Pemilu 2024 Masih Sesuai Rencana, 20 Maret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com