Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan dan Anak dalam Perangkap NIIS

Kompas.com - 12/01/2017, 17:44 WIB
Krisiandi

Editor

KOMPAS.com - Selain terus mengikuti perkembangan teknologi informasi, kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah juga mulai menghilangkan tabu dengan menjadikan perempuan dan anak-anak sebagai "komoditas" utama perencanaan teror. Penangkapan empat perempuan dan lima anak selama 2016 menandai dimulainya babak baru gerakan terorisme itu.

Dua faktor yang menjadi latar belakang perempuan dan anak mudah teradikalisasi ialah pengaruh keluarga dan rasa terpinggirkan dari lingkungan sosial. Faktor keluarga menjadi faktor dominan.

Sebut saja GA (16), salah satu tersangka kasus bom Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur. Ia ditangkap karena diduga membantu ayahnya membeli bahan peledak.

Orangtua yang radikal dapat mewariskan pemahamannya kepada anak-anaknya. Selain GA yang diikutsertakan sang ayah, ada Umar Jundulhaq (19), anak Indonesia pertama yang menjadi pelaku bom bunuh diri di Suriah, Oktober 2015. Umar adalah anak kandung Imam Samudera. Hingga ayahnya dieksekusi Oktober 2007, Umar aktif mengunjungi Imam dan bertekad mengikuti jejak ayahnya.

Keluarga tidak hanya berperan aktif, tetapi juga bisa memiliki peran pasif menjadikan seorang anak menjadi radikal. Misalnya, IAH (17), pelaku tunggal pengeboman Gereja Santo Yosep, Medan, Sumatera Utara, teradikalisasi karena kurangnya perhatian orangtua. Alhasil, ia mendapatkan ilmu-ilmu agama dari AA, salah satu tersangka terorisme. Melalui komunikasi di media sosial, IAH berinisiatif melakukan teror dengan iming-iming uang hingga Rp 10 juta.

Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, menilai, kerentanan anak-anak terhadap radikalisme disebabkan kondisi mereka yang tengah mencari jati diri. Ketika ajaran radikal lebih dominan, kemungkinan mereka "terjaring" dalam kelompok radikal semakin tinggi.

Bagi perempuan, faktor suami yang menjadi dominan. Arinda Putri Maharani (25) ditangkap atas kasus terorisme karena mengetahui aktivitas suaminya, M Nur Solihin (26), merencanakan teror. Begitu pula dengan Ika Puspitasari (34), yang diduga merencanakan aksi teror di Bali pada akhir 2016, berkeinginan menjadi "pengantin" aksi teror karena pengaruh keluarga di rumah.

Pengamat terorisme, Al Chaidar, menekankan, pengaruh sosok pria di dalam lingkungan internal, terutama keluarga, menjadi faktor utama seorang perempuan terpengaruh radikalisme. Sebab, perempuan murni menjadi "pengantin" karena pemahaman agama yang keliru, berbeda dengan pria yang termotivasi janji bidadari di surga ketika gugur dalam jihad.

Selain keluarga, perempuan dan anak mudah teradikalisasi karena pengaruh lingkungan sosial. Jayne Huckerby dalam artikelnya berjudul "When Women Become Terorists" di New York Times edisi Januari 2015 menyatakan, perasaan terpinggirkan merupakan faktor dominan yang dimanfaatkan kelompok radikal untuk menjaring perempuan.

Ini pula yang menyebabkan Dian Yulia Novi (27) ingin menjadi pelaku bom bunuh diri. Hidup teralienasi selama menjadi tenaga kerja Indonesia di Singapura dan Taiwan membuat ia menjadikan Facebook sebagai teman menjalani hari-hari. Dengan merasa diperhatikan, Dian pun setuju menikah dengan Solihin yang mendapat perintah langsung dari Bahrun Naim untuk mencari pengantin perempuan.

Meniru Romawi

Perekrutan anak dan perempuan memang menjadi misi utama NIIS. Loretta Napoleoni dalam bukunya, The Islamist Phoenix: The Islamic State (ISIS) and the Redrawing of the Middle East (2014), menyebutkan, cara itu dilakukan NIIS dengan meniru Kekaisaran Romawi. Perempuan dan anak menjadi syarat utama sebuah kekaisaran atau kekhalifahan dapat menjaga eksistensi di masa mendatang. Cara itu pun digunakan kelompok Al Qaeda.

"Di wilayah awal yang mereka rebut, NIIS pertama-tama mencari perempuan untuk dijadikan istri dan melatih anak-anak untuk menjadi tentara. Andai para laki-laki gugur dalam perang, mereka tak khawatir NIIS akan berakhir karena sudah ada anak-anak yang menjaga ideologi dan melanjutkan pertarungan," tulis Napoleoni.

Rencana teror dengan memanfaatkan perempuan dan anak adalah hal baru di Indonesia. Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, cara itu dilakukan karena mereka tidak dicurigai oleh masyarakat dan aparat penegak hukum.

Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kelompok radikal telah membentangkan jaring-jaring kepada perempuan dan anak. Dan, ketika perempuan dan anak sudah terperangkap dalam jaringan terorisme, kita semua akan dirugikan.

(MUHAMMAD IKHSAN MAHAR)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Januari 2017, di halaman 5 dengan judul "Perempuan dan Anak dalam Perangkap NIIS".

Catatan: Sesuai rekomendasi Dewan Pers, berita/opini ini telah dikoreksi pada 28 Februari 2024 pukul 10.35 WIB dengan mempertimbangkan kewajiban perlindungan terhadap anak. Pelaku GA dan IAH saat itu masih di bawah usia 18 tahun. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Nasional
Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Nasional
Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Nasional
Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Nasional
Cara Urus Surat Pindah Domisili

Cara Urus Surat Pindah Domisili

Nasional
Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' di MK

TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" di MK

Nasional
Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Nasional
Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Nasional
PAN Minta 'Amicus Curiae' Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

PAN Minta "Amicus Curiae" Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

Nasional
KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

Nasional
Pendukung Prabowo-Gibran Akan Gelar Aksi di MK Kamis dan Jumat Besok

Pendukung Prabowo-Gibran Akan Gelar Aksi di MK Kamis dan Jumat Besok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com