JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyebutkan, dari catatan ICW, sedikitnya 350 kepala daerah terjerat kasus hukum sejak 2004 lalu. Adapun berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri per 2013, tercatat sedikitnya 58 dinasti politik di Indonesia.
"Tapi yang kemudian masuk daftar OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) atau ditetapkan tersangka sekitar 78, sampai yang terakhir Bupati Klaten," ujar Adna dalam sebuah acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1/2017).
Menurutnya, desentralisasi belum mampu menciptakan pemimpin yang akuntabel. Terutama partai politik, dianggap belum menggunakan sistem yang merit atau penilaian berdasarkan kinerja.
Hal ini menjadi persoalan parpol manapun di Indonesia. Nyaris tak ada partai yang sudah punya sistem demokrasi internal atau sistem kaderisasi yang relatif terukur. Kekuasaan keluarga, kata dia, lebih mudah difasilitasi lewat proses-proses di internal partai.
"Itu kita lihat di realitas politik terutama di daerah. Dimana si A jadi ketua DPD partai A, kemudian adiknya bupati dimana, menjadi ketua DPC partai yang sama. Jadi dalam parpol sendiri terjadi dinasti politik," tuturnya.
Baca juga: Tiga Jenis Dinasti Politik, Mana yang Terkuat?
Dalam hal ini, Adnan menilai, dinasti politik berkembang, salah satunya adalah karena masih difasilitasi oleh partai politik. Hingga kini, tak ada kepala daerah yang berlatar belakang dinasti politik maju ke pencalonan lewat jalur independen.
"Ini menunjukan bahwa partai adalah sumber persoalan, pada akhirnya partai yang harus dibenahi," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.