JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (5/1/2017).
Dalam pemeriksaan, Ken ditanya soal penolakan pelaporan tax amnesty (pengampunan pajak) terhadap Country Director PT E.K Prima Ekspor Indonesia R Rajamohanan Nair.
"Saksi ditanya soal posisi PT EKP dan mengenai tax amnesty tahap pertama," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kamis.
Menurut Febri, penyidik menanyakan semua pengetahuan Ken terhadap hal-hal yang terkait pengurusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia. Pertanyaan juga seputar kewenangan pengurusan pajak PT EK Prima.
Sebelumnya, R Rajamohanan Nair, merasa diperas oleh pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Rajamohanan mengaku pernah ditolak saat ingin mengajukan tax amnesty.
Menurut pengacara Rajamohanan,Tommy Singh, oknum di Ditjen Pajak menolak tax amnesty yang dilaporkan Rajamohanan, agar pengusaha tersebut mengikuti arahan untuk memberikan sejumlah uang.
Menurut Tommy, Rajamohanan merasa terjebak dan terancam, sehingga tidak dapat melaporkan pemerasan yang dilakukan oknum-oknum di Ditjen Pajak.
(Baca: Tersangka Penyuap Merasa Jadi Korban Pemerasan Oknum Pejabat Ditjen Pajak)
Berdasarkan pengakuan Rajamohanan, oknum yang melakukan pemerasan lebih dari satu orang.
Rajamohanan ditangkap bersama Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno, ketika melakukan transaksi suap di kediamannya di Springhill Golf Residence, Pademangan Timur, Jakarta.
Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar Rp 6 miliar. Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
Dalam operasi tangkap tangan, KPK mengamankan uang sejumlah USD 148.500 atau setara Rp 1,9 miliar.
Adapun suap tersebut merupakan tahap pertama dari total Rp 6 miliar yang akan dibayarkan Rajamohanan kepada Handang. Rajamohanan dan Handang saat ini berstatus sebagai tersangka.