JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertahanan pada era Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Mahfud MD, masih menyimpan sejumlah kenangan tentang sosok Gus Dur.
Menurut dia, Gus Dur dikenal sebagai sosok yang egaliter.
Hal itu tercermin dari tidak kaku dan "sakral"-nya Istana Negara di masa pemerintahannya.
Pintu Istana terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin bertemu Gus Dur.
"Saya dulu hampir setiap pagi nemenin Gus Dur jalan-jalan di Istana. Jadi saya tahu cerita-cerita anak-anak LSM dan kiai-kiai yang datang pagi-pagi. Terus sarapan sama Gus Dur," kata Mahfud, kepada Kompas.com, Senin (26/12/2016).
(Baca: "Gus Dur Mengajarkan untuk Beragama Tidak Hanya Menggunakan Emosi...")
Mahfud mengatakan, biasanya yang sering bertemu Gus Dur di Istana Negara adalah para aktivis dan kiai.
Mereka biasa mendatangi Istana setelah waktu shalat subuh.
Siapa pun yang datang ke Istana harus melalui prosedur pemeriksaan berlapis oleh Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres).
Paspampres sempat melarang karena mereka datang saat pagi buta.
Para aktivis dan kiai yang datang, kata Mahfud, menyimpan nomor ponsel yang langsung terhubung dengan Gus Dur.
(Baca: Cerita Mahfud MD Saat Ditunjuk Gus Dur Jadi Menteri Pertahanan)
"Aktivis dan kiai yang dilarang masuk telepon ke Gus Dur dan diangkat sama Gus Dur. Mereka telepon aja Gus Dur terus bilang 'Bapak Presiden saya mau masuk enggak boleh ini," tutur Mahfud.
"Habis itu Gus Dur nyuruh jemput ke pengawal pribadinya. 'Tuh jemput' kata Gus Dur ke pengawal pribadinya. Banyak itu aktivis sama kiai yang begitu. Mereka malah dijemput, bukan disuruh menunggu," lanjut Mahfud.
Bahkan, lanjut Mahfud, pada era Gus Dur, tamu yang memakai sandal pun boleh masuk ke Istana Negara.
"Jadi memang terbuka betul waktu itu Istana," papar Mahfud.