JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh menilai pemerintah perlu menerbitkan regulasi atau kebijakan baru yang dapat menekan tayangan negatif.
Tayangan negatif itu misalnya yang mengandung kekerasan, ujaran kebencian, pornografi, dan seksual, baik rekaman video, gambar, maupun dalam bentuk game.
Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari konsumsi produk atau karya digital negatif yang memengaruhi tumbuh kembang anak.
"Kominfo perlu menerbitkan regulasi dan kebijakan," kata Asrorun di KPAI, Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Selain itu, kepolisian juga harus terus menindak tegas para pengunggah maupun perekam video porno agar menimbulkan efek jera bagi calon pelaku maupun pelaku lainnya.
"Orang yang menyebarkan muatan pornografi di YouTube dan media sosial perlu dilakukan semata untuk kepentingan melindungi anak-anak," kata dia.
Menurut Asrorun, sampai saat ini ada kesalahpahaman terkait konten pornografi di media sosial. Di YouTube misalnya, memberikan label 18+ pada konten atau tayangan yang berbau pornografi.
Sehingga, tidak ditonton oleh anak-anak atau dikhususkan hanya untuk kalangan dewasa.
Namun, jika berpijak pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi), menurut Asrorun, ketentuan berbagai hal berbau pornografi tidak hanya berlaku bagi anak-anak saja.
"Larangan itu bersifat umum dan mutlak, bukan hanya jika itu diakses anak-anak. Jika (pasal) itu dipahami, tentu (konten pornografi di media sosial) bertentangan dengan undang-undang," kata dia.
Selain itu, lanjut Asrorun, mekanisme penggunaan media online belum cukup memberikan proteksi kepada anak-anak.
Konten berbau pornografi masih bisa diakses oleh anak-anak. Maka dari itu, Kemenkominfo perlu memikirkan regulasi ini.