Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Dinilai Gagal Lindungi Buruh Migran

Kompas.com - 18/12/2016, 13:17 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari Buruh Migran Internasional yang jatuh pada hari ini, Minggu (18/12/2016), seharusnya menjadi pengingat untuk segera memberikan perlindungan hak-hak Buruh Migran.

Namun, tekad pemerintah dan DPR untuk melindungi buruh migran belum juga terlihat. Lemahnya political will negara dalam perlindungan buruh migran terlihat dengan lambatnya pembahasan revisi Undang-undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Tak lama setelah disahkan pada 2004 lalu, UU ini kembali diusulkan untuk direvisi karena berbagai masalah yang ada di dalamnya. Namun, revisi tak kunjung selesai hingga saat ini.

"Lebih dari 12 tahun, negara gagal dan membirkan perempuan buruh migran mengalami kekerasan dan pelanggaran hak akibat lambannya pembahasan Revisi Udang-undang Buruh Migran," kata Koordinator Program solidaritas Perempuan Nissa Yura dalam diskusi di Jakarta, Minggu (18/12/2016).

Nissa menegaskan, semakin lama proses pembahasan RUU yang berlangsung antara DPR dan pemerintah, maka akan semakin lama pula buruh migran mengalami kekerasan dan pelanggaran hak.

Solidaritas Perempuan mengungkapkan, sejak Februari 2012 hingga Februari 2015 saja, sudah menangani 106 kasus kekerasan dan pelanggaran hak perempuan buruh migran.

Mayoritas Perempuan Buruh Migran mengalami berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran hak, seperti eksploitasi jam kerja, pemotongan/tidak dibayar gaji, dipindah-pindah majikan, kekerasan fisik, psikis, dan seksual, kriminalisasi, hingga trafficking dan penghilangan nyawa.

"Berbagai kasus terus terjadi dan dialami Perempuan Buruh Migran, dan sayangnya pemerintah tidak mampu membangun mekanisme yang sistematis, termasuk posisi tawar di dalam perlindungan hak Perempuan Buruh Migran," ucap Nissa.

Lambannya pembahasan revisi UU 39/2004 juga mengakibatkan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah tidak strategis dan menjawab akar persoalan.

Misalnya, Roadmap Zero Domestic Worker 2017 yang diikuti dengan KEPMEN No. 260/2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pada Pengguna Perseorangan Di Negara-negara Kawasan Timur Tengah, bukan hanya tidak menjawab akar persoalan, justru mendiskriminasi perempuan dan semakin melemahkan posisi perempuan.

"Kebijakan ini jelas melanggar Konvensi Migran 90 dan CEDAW yang menjamin hak mobiitas setiap orang termasuk untuk bekerja di luar negeri," ujar Nissa.

Dalam situasi pemiskinan dan perampasan sumber-sumber kehidupan masyarakat, kebijakan yang melarang dan membatasi perempuan untuk bekerja justru semakin memperkuat ketidakadilan dan penindasan yang berujung pada pemiskinan perempuan.

Hasil pendataan dan identifikasi kasus yang dilakukan Solidaritas Perempuan memperlihatkan indikasi praktik-praktik trafficking melalui perekrutan unprosedural, yang mencakup iming-iming, penipuan, pemalsuan identitas, gaji, hingga eksploitasi perempuan buruh migran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com