JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III DPR mendesak Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan meminta maaf.
Hal itu terkait pelarangan anggota Dewan masuk ke dalam Kompleks Parlemen pada 2 Desember 2016 lalu, saat berlangsung aksi Bela Islam.
"Mendesak Kapolda Metro mintaa maaf kepada DPR RI atas pernyataan yang merendahkan institusi DPR sebagai lembaga tinggi negara," ujar Anggota Komisi III Muhammad Syafii, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/12/2016).
"Padahal DPR RI telah berperan aktif membantu Polri melaksanakan tugas pokok dan kewenangannya dalam melakukan pengamanan atas unjuk rasa yang terjadi," lanjut dia.
Pernyataan itu diungkapkan Syafii, bersama sejumlah anggota Komisi III yaitu Arsul Sani, Masinton Pasaribu, dan Dossy Iskandar dalam sebuah konferensi pers.
Poin-poin yang disampaikan merupakan hasil rapat internal komisi yang dilakukan Jumat siang.
Pelarangan tersebut, kata Syafii, dimuat dalam Majalah Tempo edisi Senin (16/12/2016).
Komisi menilai pelarangan itu adalah hal yang luar biasa. DPR sebagai lembaga tinggi negara memiliki protokoler sendiri.
"Anggota DPR dilarang masuk ke Gedung DPR, ini sesuatu yang menciderai penegakan hukum di negeri kita," kata dia.
Sementara itu, Masinton Pasaribu menuturkan, larangan itu berlebihan karena status keamanaan pada saat itu normal.
"Kecuali kalau darurat sipil. Status keamanan pada saat itu normal. Hanya eskalasinya yang mengalami peningkatan," ujar Masinton.
Usai masa reses, Komisi III berencana memanggil Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk mempertanyakan sejumlah hal, termasuk beberapa pernyataan pihak Kepolsian yang dianggap berlebihan.
Selain soal pelarangan anggota Dewan masuk ke Gedung DPR, Komisi III juga akan mempertanyakan mengenai pemanggilan Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio oleh Bareskrim Polri.
Pemanggilan Eko terkait pemberitaan media online. Dalam berita itu, Eko menyebut pengungkapan bom Bekasi pada Sabtu (10/12/2016) merupakan pengalihan isu kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Masinton menilai, berkaitan dengan pemanggilan itu, pemahaman polisi terhadap tugas pokok dan fungsi DPR rendah.
Sebab, pemanggilan terhadap anggota DPR bisa dilakukan jika berkaitan dengan adanya tindak pidana khusus, seperti korupsi, narkotika dan terorisme.
Selain itu, perlu persetujuan presiden.
"Seharusnya yang dilakukan Polri adalah mendatangi DPR, dalam hal ini MKD untuk meminta klarifikasi terhadap Saudara Eko bukan tiba-tiba memberi undangan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.