Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Akuntabilitas, Keadilan, dan Deradikalisasi Luput dalam Revisi UU Anti-terorisme

Kompas.com - 16/12/2016, 18:26 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme oleh pemerintah dan DPR tidak memperhatikan soal standar-standar penanganan terorisme yang sesuai dengan prinsip penegakan hukum.

Wakil koordinator Kontras Puri Kencana Putri mengatakan, ada tiga hal yang luput dalam pembahasan revisi UU Anti-terorisme, yakni soal akuntabilitas, keadilan, dan deradikalisasi.

Menurut Puri, persoalan akuntabilitas tidak pernah disentuh secara serius oleh pemerintah.

Hal itu terlilhat dari tidak adanya mekanisme atau lembaga yang memantau dan mengevaluasi kerja Detasemen Khusus Anti-Teror (Densus 88), Brimob, dan TNI.

Sementara, lembaga pengawas eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dinilai belum berjalan efektif.

"Aspek akuntabilitas harus memperhatikan prinsip proporsional, legalitas dan nesesitas. Mereka harus punya tiga prinsip itu. Tapi aturan hukumnya tidak jelas, proporsionalitasnya apa, kenapa dalam penindakan terorisme, Siyono dan Santoso harus mati," ujar Puri, saat memberikan keterangan di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (16/12/2016).

"Kompolnas sebagai lembaga pengawasan eksternal tapi belakangan seperti menjadi juru bicara Polri. Tidak ada evaluasi dari Kompolnas terhadap kinerja Polri di isu anti-teror," tambahnya.

Selain aspek akuntabilitas, Puri juga menyoroti soal pemenuhan aspek keadilan.

Dia berpendapat, upaya penanggulangan terorisme seharusnya tidak hanya memberikan perlindungan terhadap korban teror dan keluarganya, tetapi juga keluarga pelaku terorisme.

Puri menyebutkan, dalam draf revisi UU Anti-terorisme belum diatur skema untuk menghadirkan aspek keadilan.

Artinya, pemerintah hanya fokus dalam hal penindakan tetapi tidak memikirkan proses pasca-penindakan terhadap keluarga pelaku terorisme.

"Keluarga bekas pelaku terorisme itu tidak boleh didiskriminasikan. Mereka harus dirangkul oleh pemerintah. Konsep keadilan bukan hanya untuk korban teror, tapi juga kelompok-kelompok yang pernah terlibat kasus terorisme. Mereka punya hak yang sama untuk dibina. Jadi harus setara," kata Puri.

Aspek ketiga yang juga harus diperhatikan pemerintah adalah soal deradikalisasi.

Program deradikalisasi yang dijalankan pemerintah saat ini dinilai Puri gagal untuk mencegah penyebaran paham radikalisme.

Kontras mencatat, pada tahun 2016 terdapat empat kasus teror bom yang para pelakunya adalah residivis dan sebelumnya sudah mendapat pembinaan dari BNPT.

Hal tersebut, menurut Puri, terjadi karena pemerintah menyerahkan program deradikalisasi sepenuhnya kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Akan tetapi, di sisi lain, pemerintah tidak melakukan peningkatan kualitas lembaga pemasyarakatan (lapas), termasuk kapasitas petugasnya.

"Untuk konteks terorisme harus ada peningkatan kualitas lapas. Jangan posisikan sipir lapas itu sebagai satpam, tidak punya ilmu dan pengetahuan soal deradikalisasi. Pemerintah harus menempatkan sipir sebagai aparat negara yang paham konteks besar penanganan terorisme," papar dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com