JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Golkar Mukhammad Misbakhun menilai bahwa dunia politik adalah keras.
Hal tersebut disampaikan Misbakhun dalam sekolah politik Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Di hadapan lebih dari 100 kader ICMI yang menjadi peserta acara, Misbakhun menceritakan pengalamannya dahulu saat menjadi legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namanya melambung karena membongkar skandal bailout Bank Century.
Namun rezim saat itu sangat tidak menyukainya sehingga ia dikriminalisasi. Dua tahun dia dipenjara sebelum akhirnya dibebaskan karena putusan Mahkamah Agung menilai dia tak bersalah.
"Bagi saya, episode hidup saya terbaik adalah saat saya dipenjara. Saat di sana, dalam tiga hari, saya bisa khatam Al Quran. Saat di penjara, saya khatamkan Al Quran lebih banyak dibanding waktu lainnya sepanjang hidup saya," kata Misbakhun dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/12/2016).
Setelah bebas, Misbakhun mengaku bahwa dia tak serta merta merasa ada masalah personal dengan Susilo Bambang Yudhoyono, presiden kala itu yang dianggapnya memerintahkan kriminalisasi atas dirinya. Misbakhun mengaku masih menghormati SBY sebagai seorang tokoh dan presiden.
"Yang saya serang kebijakannya. Berdebat melawan pemimpin, jangan pernah pribadinya, tapi serang kebijakannya," kata dia.
Misbakhun menambahkan, sakit hati tak berhenti setelah dia keluar penjara. Sebab, PKS memutuskan tak merehabilitasi nama dan kedudukannya di DPR. Bahkan akibat kesepakatan politik PKS di koalisi pemerintahan saat itu, dirinya tak mungkin berpolitik lagi dan maju menjadi calon anggota DPR.
Akhirnya, Misbakhun keluar dari PKS dan memilih masuk ke Partai Golkar. Misbakhun lalu kembali ke dapilnya, dan merajut hubungan dengan warga yang dulu memilihnya saat masih di PKS.
Pada Pemilu 2014 lalu, Misbakhun berhasil memberikan satu kursi DPR untuk Golkar, sementara PKS kehilangan satu kursi.
Misbakhun menjadi anggota DPR periode 2014-2019 dari Fraksi Golkar. Di Golkar, Misbakhun memiliki banyak pengalaman dan dia menyimpulkan bahwa pertarungan terkeras yang harus dihadapi politisi itu adalah justru di internal partainya sendiri.
"Realitas seperti ini tak bisa dinafikan. Walau bukan kondisi ideal, tapi itu harus bisa kita lewati. Pertarungan paling keras adalah pertarungan internal partai," kata Misbakhun.
"Tapi ingat juga. Kalau di medan perang, ada peribahasa, kill or to be killed. Kalau di politik Indonesia, ada istilah 'nyawa politisi melebihi kucing'. Dia bisa hidup, mati, hidup, mati, hidup lagi," tambahnya.
Yang jelas, kata Misbakhun, seseorang yang hendak berkarir di politik harus bisa menunjukkan kapabilitas dan semangatnya, sehingga akan dipakai oleh rezim manapun yang berkuasa di partai.
"Saya yang kuat di isu keuangan, sempat dipinggirkan di Komisi II (pemerintahan). Saya tetap bersemangat, tetap serius. Tetapi tax amnesty macet, akhirnya saya sendiri diminta masuk lagi ke Komisi Keuangan untuk mengurusinya," ucap Misbakhun.
Dia juga mengingatkan bahwa karir di politik akan langgeng kalau posisi di daerah pemilihan diperkuat dengan rajin turun ke masyarakat. Dengan kuat di dapil, kata dia, parpol takkan mau kehilangan sang politisi karena otomatis akan kehilangan kursi juga.
"Parpol lain juga akan mikir melawan kita. Ini yang bikin kita dihargai di dalam politik," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.