JAKARTA, KOMPAS.com — Hampir 10 tahun, Maria Katarina Sumarsih dan keluarga korban pelanggaran HAM lainnya menggelar Aksi Kamisan di depan Istana Kepresidenan, Jakarta.
Setiap Kamis sore, Sumarsih berdiri di depan Istana dengan payung hitam.
Dia menyuarakan harapan agar pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Sore ini, Kamis (8/12/2016), merupakan Aksi Kamisan ke-471.
Sumarsih tengah bersiap menuju kawasan Istana saat Kompas.com menemuinya di kantor Kontras, Jakarta Pusat, siang tadi.
Seperti pada Kamis-Kamis sebelumnya, Sumarsih membawa payung berwarna hitam bertuliskan, "Tuntaskan Kasus Tragedi Semanggi I" dan sepucuk surat yang akan dia serahkan ke Kementerian Sekretariat Negara.
Harapan yang disimpan Sumarsih masih sama.
"Sekecil apa pun, saya masih menyimpan harapan kepada Presiden Jokowi," kata Sumarsih.
Ia dan keluarga korban lainnya mengaku tidak pernah patah semangat meski belum pernah sekalipun ditemui Presiden Joko Widodo saat Aksi Kamisan.
Selama 18 tahun, Sumarsih memperjuangkan penuntasan kasus Tragedi Semanggi I yang terjadi pada 13 November 1998.
Peristiwa itu merenggut nyawa anaknya, Bernardus Realino Norma Irmawan atau Wawan.
Wawan meninggal lantaran ditembak saat demonstrasi mahasiswa.
Padahal, Wawan sedang bertugas sebagai Tim Relawan untuk Kemanusiaan.
Pada kesempatan yang sama, Paian Siahaan, bapak dari Ucok Siahaan, korban kasus penghilangan orang secara paksa 1998, meminta Presiden Jokowi memenuhi janji penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
Menurut Paian, Presiden Jokowi pernah menyampaikan janji itu secara langsung kepada keluarga korban saat masa kampanye Pilpres 2014.