PALMERAH, KOMPAS.com - Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat saat ini tidak bisa lagi dijadikan patokan untuk mengukur ekonomi Indonesia. Oleh karenanya masyarakat sebaiknya juga mengukur nilai tukar rupiah dengan mata uang negara lain, seperti yuan renminbi (China).
Pernyataan Presiden Joko Widodo soal nilai tukar mata uang itu menjadi berita yang banyak dibaca hari Selasa kemarin (6/12/2016).
Di lain kesempatan pernyataan Presiden soal denda tax amnesty yang makin tinggi juga mendapat perhatian pembaca.
Selain itu ada pula temuan soal penampakan sinyal Wi-Fi dan kembali munculnya istri diktator Korea Utara di depan umum.
Apa saja kabar yang mungkin Anda lewatkan? Berikut lima berita pilihan kemarin yang perlu Anda baca.
1. Nilai Tukar Rupiah Diukur Pakai Yuan
Ia meminta masyarakat juga mengukur nilai tukar rupiah dengan mata uang negara lain, seperti yuan renminbi (China).
Hal tersebut disampaikan Jokowi saat menjadi pembicara kunci dalam Sarasehan 100 Ekonom yang digelar Indef, di Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Jokowi mengatakan, pasca-terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, mata uang berbagai negara termasuk Indonesia mengalami pelemahan terhadap dollar AS.
Namun, Jokowi menilai, melemahnya nilai tukar tersebut harusnya tidak menjadi kekhawatiran besar.
"Menurut saya, kurs rupiah dan dollar bukan lagi tolok ukur yang tepat," kata Jokowi.
Sebab, lanjut dia, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat saat ini tidak begitu signifikan, hanya 10 persen.
Saat ini, lanjut Jokowi, China adalah mitra dagang terbesar bagi Indonesia, dengan total ekspor mencapai 15 persen. Sementara itu, Eropa 11,4 persen dan Jepang 10,7 persen.
Selengkapnya soal berita seputar pengukuran nilai tukar mata uang itu bisa dilihat di sini.