Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melek Media di Media Sosial

Kompas.com - 02/12/2016, 18:08 WIB

Oleh: Atmakusumah

 

Tajuk Rencana harian Kompas—”Mengelola Media Sosial”—mencerminkan salah satu dari demikian banyak keprihatinan pengamat media komunikasi massa mengenai perkembangan media sosial. Sebab, isinya tersebar bebas tanpa melalui penyuntingan redaktur profesional seperti dilakukan di media pers.

”Pendekatan hukum bisa saja dilakukan tanpa harus mengekang kebebasan berpendapat. Namun, pemegang infrastruktur teknologi informasi harus bertanggung jawab dan membangun kode etik perilaku untuk mengatasi penyebaran kebencian. Gerakan literasi media sosial perlu dikembangkan agar kita semakin bijak dalam berkata-kata,” demikian saran Tajuk Rencana itu pada edisi 22 November 2016.

Penampilan media pers arus utama, dalam peliputan pemberitaan serta penyajian tajuk rencana dan tulisan opini dari kontributor—pada hemat saya—menunjukkan rasionalitas dan independensi yang cukup tinggi. Misalnya ketika meliput kontroversi mengenai ucapan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, yang dituduh menista agama Islam. Bermacam-macam sisi pendapat yang berbeda-beda, tetapi rasional tentang kasus itu tampil di media pers arus utama.

Namun, sebaliknya, sajian media sosial malah merisaukan Presiden Joko Widodo, seperti yang dikemukakannya ketika berbicara pada Silaturahmi Nasional Ulama Rakyat yang diselenggarakan Partai Kebangkitan Bangsa di Jakarta, 12 November 2016. Dalam pengamatannya, di media sosial tersebar luas ujaran bernada hujatan, ejekan, makian, fitnah, serta ujaran yang mengarah pada adu domba.

Ada pendapat yang menyarankan agar dilakukan kampanye untuk menghindari pencarian informasi dan pendapat di media sosial dan beralih ke media komunikasi massa yang lain. Usulan itu kebanyakan menunjuk pada media pers cetak, yaitu surat kabar dan majalah yang lazimnya komprehensif.

Namun, upaya untuk mendorong masyarakat agar lebih memperhatikan media cetak menghadapi kesulitan karena minat baca di masyarakat kita masih lemah. Menurut hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, hanya 18,94 persen masyarakat Indonesia senang membaca. Sementara 90,27 persen lebih suka menonton televisi. Dalam penelitian Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tahun 2012, indeks pembaca warga Indonesia 0,001. Artinya, dari 1.000 warga hanya 1 orang yang membaca secara serius.

Deklarasi Brisbane

Masih ada satu saran lagi, bahkan anjuran ini bertaraf internasional, untuk meningkatkan mutu informasi dan pendapat dalam setiap saluran di media komunikasi massa, termasuk media sosial. Yaitu, melalui pendidikan mengenai ”melek media” atau literasi media, walaupun program ini memerlukan jangka panjang dan waktu cukup lama.

Saran pendidikan ini dimuat dalam ketetapan UNESCO tahun 2010, yaitu Deklarasi Brisbane, yang diumumkan dalam pertemuan di ibu kota Negara Bagian Queensland, Australia, ketika memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia pada 3 Mei. Dalam deklarasi tersebut, UNESCO menyarankan negara-negara anggotanya di seluruh dunia agar di sekolah-sekolah diadakan mata ajaran ”yang memajukan melek media dan kesadaran tentang hak memperoleh informasi”. Untuk tujuan yang sama, UNESCO juga menganjurkan agar topik ini diberikan pula di perguruan tinggi dan dalam program pelatihan bagi pegawai negeri yang kian penting sebagai sumber informasi.

Informasi antara lain disalurkan melalui media komunikasi massa—termasuk buletin dan selebaran (leaflet) yang diterbitkan oleh kantor hubungan masyarakat (humas) lembaga negara dan swasta—serta media pers cetak, media siaran radio dan televisi, serta media daring atau media siber (cyber media).

Deklarasi Brisbane memaparkan bahwa arus informasi, jurnalisme, dan independensi media sangat penting. Deklarasi itu mengingatkan pentingnya kepercayaan publik kepada jurnalisme dan independensi media, yaitu ”jurnalisme yang transparan, kredibel, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan”.

Kode etik jurnalistik bagi media komunikasi massa yang bukan media pers, seperti media sosial dan media yang dikelola bagian humas perusahaan atau instansi, tidak harus sepenuhnya memenuhi kode etik media pers. Namun, sangat bermanfaat untuk memahami kode etik jurnalistik yang berlaku di kalangan pers, yang sebagian besar isinya berlaku pula bagi media humas dan media sosial.

Tujuan Deklarasi Brisbane adalah agar—setidaknya—para warga yang pernah bersekolah memahami cara berkomunikasi massa dengan mengenal antara lain kode etik jurnalistik, yang menyediakan pagar pembatasan dalam berkomunikasi secara terbuka. Dengan demikian, diharapkan akan semakin kecil kemungkinan pelanggaran terhadap etika komunikasi massa.

Sejauh pengamatan saya selama ini, Deklarasi Brisbane sudah hampir 7 tahun belum dikampanyekan di negeri ini, baik oleh UNESCO di Jakarta maupun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di sekolah- sekolah serta di kementerian-kementerian yang lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com