JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengaku tak setuju apabila Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) direvisi dalam waktu dekat.
Usulan revisi datang dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menyusul pergantian Ketua DPR dari Ade Komarudin ke Setya Novanto.
PDI-P menyampaikan keinginan revisi UU MD3 terkait komposisi pimpinan agar menggunakan asas proporsional sesuai hasil pemilu legislatif.
"Ini mungkin saja asalkan dirombak secara total," kata Syarief saat dihubungi, Jumat (2/12/2016).
(Baca: Revisi UU MD3 Tunggu Hasil "Judicial Review")
"Pimpinan DPR proporsional dan ketuanya adalah pemenang pemilu. Nah pemenang pemilu kan PDI-P, berarti PDI-P dong Ketua DPR," sambungnya.
Syarief mengatakan, ada mekanisme yang berlaku jika revisi UU MD3 direalisasikan. Namun ia berpendapat hal tersebut agak sulit direalisasikan dalam waktu dekat.
Termasuk jika akan ada penambahan jumlah pimpinan DPR untuk mengakomodasi PDI-P.
"Agak susah. Mending tunggu saja periode (DPR) berikutnya," kata Anggota Komisi I DPR itu.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) mengusulkan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Hal tersebut diungkapkan secara resmi pada sidang paripurna pergantian Ketua DPR, Rabu (30/11/2016).
(Baca: Usulkan Revisi UU MD3, PDI-P Dapat Dukungan Sejumlah Fraksi)
Juru Bicara Fraksi PDI Perjuangan Aria Bima mengatakan, selaku partai dan fraksi terbesar di parlemen, PDI-P berharap direpresentasikan juga pada komposisi pimpinan DPR.
Ia menambahkan, jika dimungkinkan, sebagai partai dengan perolehan suara terbesar pada pemilu legislatif, PDI-P menginginkan kursi pimpinan DPR.
"Selaku fraksi yang dilegitimasi rakyat cukup besar dan anggota paling banyak di DPR, kalau masih dimungkinkan dapat kursi pimpinan DPR," ujarnya.