JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia berharap Presiden Jokowi mengambil sikap tegas terkait rencana pergantian Ketua DPR dari Ade Komarudin kepada Setya Novanto.
Menurut Doli, bantahan dari Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto Prabowo terkait keterlibatan Presiden Jokowi dalam rencana pergantian Ketua DPR, belum cukup untuk meyakinkan publik.
"Harusnya enggak cuma bantah, harusnya Jokowi melalui hubungan baiknya dengan Novanto, kasih tahu supaya jangan jadi Ketua DPR. Kalau memang Jokowi konsisten tidak ikut campur dalam putusan Rapat Pleno DPP Golkar, harusnya dia ngomong gitu ke Novanto," ujar Doli dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (27/11/2016).
Jika Jokowi tak kunjung berbicara tegas terkait rencana pergantian DPR kali ini, Doli menganggap wajar bila spekulasi adanya konspirasi antara Istana dan Novanto terus berkembang di masyarakat.
Apalagi, kata Doli, saat Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Bali, sudah ada kesepakatan antara Novanto, Ade, dan Aburizal Bakrie selaku Ketua Dewan Pembina Golkar.
Mereka menyepakati agar Ketua Umum Golkar dijabat Novanto dan Ketua DPR tetap dijabat Ade. Oleh karena itu, Doli menuturkan masyarakat pastinya heran terhadap rencana pergantian Ketua DPR yang sangat mendadak dan desakannya pun kuat.
Rapat pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan Novanto kembali menjadi Ketua DPR dilakukan pada Senin (21/11/2016) kemarin. Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, keputusan ini diambil dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto.
Keputusan MK tersebut dikuatkan dengan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI yang tidak pernah menjatuhi hukuman untuk Novanto. Adapun Novanto mundur dari kursi ketua DPR pada Desember 2015 lalu karena tersangkut kasus "Papa Minta Saham".
Novanto dituding mencatut nama Jokowi untuk meminta saham kepada PT Freeport Indonesia.