JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menyebut, persidangan uji materi masa jabatan hakim konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi (MK) penuh kejanggalan.
Sidang uji materi tersebut diajukan Center Strategic Studies Universitas Indonesia (CSS-UI) dengan nomor perkara 73/PUU-XIV/2016 yang teregistrasi pada 16 September 2016.
Dalam uji materi tersebut, pemohon meminta agar ada keseragaman antara masa jabatan hakim konstitusi dengan hakim agung. Adapun opsi masa jabatan hakim konstitusi yang diusulkan pemohon, yakni seumur hidup.
Fadli menilai, kejanggalan dalam persidangan tersebut dikarenakan pemohon uji materi bukanlah hakim konstitusi yang merasakan langsung terhadap pemberian masa jabatan tersebut.
"Lalu apa sebabnya MK melanjutkan perkara ini jika pemohon tidak memiliki kerugian konstitusional langsung?" tutur Fadli dalan konferensi pers di Sekretariat Indonesian Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu (27/11/2016).
Selain itu, Fadli juga merasa aneh dengan cepatnya masa sidang dalam uji materi tersebut. Alasannya, masa persidangan tersebut selesai kurang dari tiga bulan.
Saat ini, tuding Fadli, perkara tersebut telah memasuki Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) terkait pengambilan keputusan masa jabatan hakim konstitusi.
"Cepat sekali tidak sampai tiga bulan. Teregistrasi 16 September 2016, persidangan selesai pertengahan November 2016. Sekarang sudah masuk RPH. Jika kita bandingkan dengan perkara lain, ini prosesnya sangat cepat," tuturnya.
Fadli mengatakan, kejanggalan persidangan dapat memunculkan prasangka bahwa ada konflik kepentingan hakim konstitusi dalam perkara tersebut. Pasalnya, perkara itu berkaitan dengan kepentingan personal hakim konstitusi.
Dia juga menilai, masalah ini menguatkan prasangka bahwa MK cenderung memprioritaskan perkara tertentu yang berkaitan dengan kepentingan mereka.
"Kecenderungan memprioritaskan perkara tertentu yang berkaitan dengan MK semakin nyata dengan kasus ini," ucapnya.
Oleh karena itu, Fadli meminta MK menolak permohonan uji materi tersebut. Ini dimaksudkan agar prasangka adanya konflik kepentingan dalam perkara tersebut dapat dihilangkan.
"MK harus menyatakan permohonan itu tidak dapat diterima karena perkara ini berkaitan langsung dengan personal hakim," ujar Fadli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.