JAKARTA, KOMPAS.com - Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi, meminta agar uang Rp 700 juta yang ditemukan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat operasi tangkap tangan, dapat dikembalikan kepadanya.
Hal itu dikatakan pengacara Rohadi dalam sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/11/2016).
"Kami mohon uang Rp 700 juta dikembalikan. Kami keberatan jika uang tersebut disita untuk digunakan sebagai barang bukti dalam perkara lain," ujar pengacara Rohadi, Farida S.
Menurut Farida, berdasarkan keterangan Rohadi, uang tersebut merupakan pinjaman dari pengacara bernama Petrus Selestinus.
Uang tersebut rencananya akan digunakan Rohadi untuk membeli keperluan alat-alat di rumah sakit milik Rohadi yang berada di Indramayu.
Hal tersebut juga diperkuat keterangan Sareh Wiyono, mantan Ketua PN Jakarta Utara yang kini menjadi anggota DPR RI.
Saat bersaksi, Sareh membenarkan bahwa proses peminjaman uang dilakukan di apartemen miliknya. Selain itu, peminjaman uang kepada Petrus juga atas rekomendasi Sareh.
(Baca: Sareh Wiyono Sebut Uang Rp 700 Juta di Mobil Rohadi Pinjaman dari Pengacara)
"Kami juga punya bukti kuitansi peminjaman uang. Bagaimana pun, uang itu adalah pinjaman yang memang harus dikembalikan," kata Farida.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut KPK meminta hakim untuk menyatakan uang Rp 700 juta yang ditemukan di mobil Rohadi saat operasi tangkap tangan, tetap disita.
Rencananya, uang akan dijadikan barang bukti untuk perkara pencucian uang yang melibatkan Rohadi.
"Meski di persidangan terdakwa mengatakan uang itu tidak ada kaitan, atau pinjaman dari Sareh Wiyono, terdakwa tidak bisa memberikan alat bukti sah berupa kuitansi atau perjanjian pinjaman uang," ujar Jaksa Penuntut KPK saat membaca surat tuntutan.
Alasan lain mengapa uang tersebut patut disita, menurut Jaksa, Rohadi dalam persidangan mengakui bahwa perbuatan menerima suap atas pengurusan perkara seperti yang didakwakan kepadanya tidak hanya terjadi kali ini.
Rohadi mengaku telah beberapa kali membantu orang lain dalam memengaruhi putusan hakim. Dengan demikian, uang tersebut patut diduga sebagai hasil suap, atau pemberian atas pengurusan perkara hukum di pengadilan.