JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung mempertanyakan keputusan rapat pleno DPP Partai Golkar untuk mengembalikan posisi Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai Ketua DPR.
Menurut Akbar, seharusnya DPP tidak mengambil keputusan itu secara sepihak tanpa membicarakan keputusan penting itu dengan para senior Partai Golkar yang ada di Dewan Pembina, Dewan Kehormatan, dan Dewan Pakar.
"Pengambilan keputusan yang begitu penting terkait ketua DPR menurut saya seharusnya tidak diputuskan sendiri oleh DPP Partai Golkar tanpa meminta saran atau mendengarkan suara dari para senior," kata Akbar saat dihubungi, Rabu (23/11/2016).
Menurut Akbar, Partai Golkar saat ini sedang membutuhkan soliditas untuk menghadapi berbagai agenda politik penting seperti Pilkada dan pemilu 2019.
Ia khawatir isu ini bisa memecah soliditas Partai Golkar.
"Karena kalau tidak ada kesepakatan penuh dari seluruh stakeholder Partai Golkar, maka ini bisa menimbulkan masalah dan konflik baru,” ujar mantan Ketua Umum Partai Golkar ini.
Selain itu, Akbar juga mengingatkan bahwa Partai Golkar juga tidak bisa memutuskan pergantian Ketua DPR ini sendirian.
Golkar harus melibatkan sembilan fraksi lainnya di DPR dengan memberikan alasan-alasan yang kuat.
"Novanto itu berhenti karena dia menyatakan mundur dan dianggap itu adalah keputusan sukarela," kata Akbar.
"Makanya DPP harus mencari alasan yang kuat kenapa posisi ketua DPR harus diberikan kembali kepada Novanto. Alasan ini harus bisa diterima oleh partai lain maupun masyarakat umum," ujar dia.
Akbar pun mengingatkan kepada DPP Partai Golkar bahwa Ade Komarudin bagaimanapun adalah orang lama yang dedikasi. Loyalitasnya terhadap partai telah terbukti dan tidak diragukan.
"Pergantian ini akan menegaskan bahwa persoalan dan konflik di dalam tubuh Partai Golkar belum selesai dengan dilaksanakannya Munaslub beberapa waktu lalu di Bali. Keputusan ini bahkan bisa menimbulkan konflik baru,” ujar Akbar.
Rapat pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan Novanto kembali menjadi Ketua DPR dilakukan pada Senin (21/11/2016) kemarin.
Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, keputusan ini diambil dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto.
Keputusan MK tersebut dikuatkan dengan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI yang tidak pernah menjatuhi hukuman untuk Novanto.