JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas menuturkan, pergantian Ketua DPR sebagai alat kelengkapan dewan (AKD) sepenuhnya merupakan kewenangan fraksi.
Namun, pergantian tersebut nantinya tetap akan dibacakan di rapat paripurna untuk disahkan.
Supratman menanggapi rapat pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan mengembalikan Setya Novanto menjadi Ketua DPR.
"(Dari peraturan, Tata Tertib maupun MD3) sangat memungkinkan. Setiap saat. Jadi bukan hanya karena ada masalah. Sepenuhnya hak prerogatif fraksi," ujar Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/11/2016).
(Baca: Golkar Putuskan Novanto Jadi Ketua DPR Lagi, Ini Kata Jokowi)
Hanya saja, lanjut Supratman, khusus untuk pimpinan DPR pergantian tidak semudah mengganti AKD lain.
Menurut dia, pergantian pimpinan DPR harus melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu. Termasuk konstelasi politik di parlemen.
Oleh karena itu, ia berharap agar jika pergantian dilakukan, tidak akan mengubah konstelasi parlemen yang saat ini tengah "adem".
"Kalau pun ada pergantian, kalau bisa secara smooth dan tidak menimbulkan dinamika baru di parlemen," ujar Politisi Partai Gerindra itu.
Adapun dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 87 ayat (1) disebutkan bahwa pimpinan DPR diberhentikan jabatannya atas tiga alasan, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan.
(Baca: Golkar Wacanakan Setya Novanto Kembali Jadi Ketua DPR)
Selanjutnya di ayat (2) huruf d disebutkan bahwa pimpinan DPR dapat diberhentikan apabila diusulkan oleh partai politiknya sesuai peraturan perundang-undangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.