JAKARTA, KOMPAS.com - Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Santoso didakwa menerima suap sebesar 28.000 dollar Singapura.
Uang tersebut rencananya akan diberikan kepada hakim untuk memengaruhi putusan perkara hukum yang sedang ditangani.
"Bahwa terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menerima hadiah atau janji," ujar Jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Asri Irwan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/11/2016).
Suap tersebut diberikan oleh pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah melalui stafnya Ahmad Yani.
Menurut Jaksa, pemberian tersebut bertujuan agar Raoul dapat memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada hakim untuk diadili.
Perkara yang dimaksud yakni, gugatan perdata antara PT Mitra Maju Sukses (MMS) melawan PT Kapuas Tunggal Persada (KTP), Wiryo Triyono dan Carey Ticoalu.
(Baca: Saat Digeledah KPK, Meja Panitera PN Jakarta Pusat Dipenuhi Bungkusan Berisi Uang)
Dalam perkara tersebut, Raoul merupakan penasehat hukum pihak tergugat, yakni PT KTP.
Perkara tersebut ditangani oleh tiga majelis hakim, yakni Partahi Tulus Hutapea, Casmaya dan Agustinus Setya Wahyu.
Pada 4 April 2016, saat persidangan memasuki tahap pembuktian, Raoul menghubungi Santoso selaku panitera pengganti, dan menyampaikan keinginan untuk memenangkan perkara tersebut.
Raoul berharap agar hakim menolak gugatan PT MMS.
Santoso kemudian menyarankan agar Raoul bertemu dengan Hakim Partahi.
Namun, karena Partahi tidak ada di ruangannya, Raoul menemui Casmaya yang juga salah satu anggota Majelis Hakim, pada 13 April 2016.
Pada awal Juni 2016, Ahmad Yani yang merupakan karyawan Raoul diajak ke PN Jakarta Pusat, dan diperkenalkan dengan Santoso.
Ahmad Yani diminta untuk berkomunikasi dengan Santoso terkait perkara yang sedang diurus.