JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku pengeboman gereja di Samarinda, Juhanda (32), sebelumnya pernah mendekam di penjara atas upaya peledakan di Serpong, pada 2011 lalu.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, kemungkinan pelaku akan menerima hukuman yang lebih berat karena pernah terjerumus dalam kasus yang sama.
"Ini kategorinya residivis, jadi tambah berat hukumannya," ujar Boy di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jakarta, Senin (14/11/2016).
Boy mengatakan, pada 2012, Juhanda divonis 3,5 tahun penjara.
Kemudian, ia mendapatkan pembebasan bersyarat pada 2014.
Dalam masa pembebasan bersyarat ini, Jihanda kembali melakukan aksinya di Samarinda.
"Kami berkeyakinan nanti hukumannya jauh lebih berat," kata Boy.
(Baca: Bom Samarinda, Aparat Diminta Lebih Serius Awasi Mantan Napi Terorisme)
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menganggap program deradikalisasi belum efektif.
Pasalnya, sejumlah pemain lama dalam kasus terorisme kembali beraksi. Salah satunya Juhanda.
Menurut Tito, belum semua narapidana dimonitor oleh petugas.
"Saya kira tentang program itu perlu dievaluasi," ujar Tito.
Ledakan terjadi di Gereja Oikumene Sengkotek Samarinda, Minggu (13/11/2016) pukul 10.10 Wita.
Pelaku langsung diamankan dan dibawa ke Mapolresta Samarinda untuk dilakukan pemeriksaan.
Akibat kejadian ini, empat anak mengalami luka bakar, salah satunya kemudian meninggal dunia.
Mereka berada di area parkir sepeda motor saat bom molotov dilempar ke area tersebut.