JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam draf Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu, pemerintah mengusulkan menggunakan metode sainte lague modifikasi.
Itu berbeda dengan Pemilu sebelumnya yang menggunakan metode bilangan pembagi pemilih (BPP).
Metode BPP ialah menentukan jumlah kursi dengan mencari suara perkursi terlebih dahulu.
Caranya, membagi total suara sah dengan total kursi yang ada di suatu darerah pemilihan (dapil).
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, metode sainte lague modifikasi cenderung menguntungkan partai besar.
Dalam mengonversi suara menjadi kursi, metode sainte lague modifikasi membagi jumlah suara tiap partai di suatu dapil dengan empat angka konstanta sesuai rumus.
Setelah itu hasilnya diperingkat sesuai dengan jumlah kursi dalam suatu dapil. Jika jumlah kursi di dapil tersebut 10, maka akan dibuat 10 urutan.
Titi mengakui pemilihan metode sainte lague modifikasi mengurangi terjadinya sengketa perebutan suara sisa seperti dalam metode BPP.
"Tapi dalam membuat draf tersebut semestinya pemerintah juga memikirkan proporsionalitas suara partai kecil dan besar," kata Titi saat ditemui dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/11/2016).
Solusi itu, kata Titi, bisa didapat jika pemerintah memilih metode sainte lague murni. Bedanya dengan yang dimodifikasi ialah, konstanta awalnya dimulai dengan angka satu.
Sedangkan yang modifikasi dimulai dengan angka 1,4. Sehingga menurut Titi, dengan menggunakan sainte lague murni, partai dengan suara sedang, masih memiliki kans lolos meski hanya dengan satu kursi dalam suatu dapil.
"Setidaknya dengan sainte lague murni, partai kecil tetap punya kansa karena suaranya tak habis di awal, ini lebih proporsional ketimbang yang modifikasi," lanjut Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.