JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, agenda pemberantasan korupsi belum menjadi fokus utama dalam dua tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Sebab, kebijakan terkait pemberantasan korupsi yang dikeluarkan oleh pemerintah dinilai sedikit.
Peneliti dari Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter mengatakan, seharusnya ada perkembangan signifikan di bidang hukum dan pemberantasan korupsi setelah tahun kedua pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Sepatutnya ada perkembangan yang signifikan, terutama di bidang hukum dan pemberantasan korupsi," ujar Lalola saat memberikan keterangan di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2016).
Lalola menyampaikan, hingga dua tahun pemerintahan Jokowi, RUU Perampasan Aset, RUU Kerjasama Timbal Balik (Mutual Legal Assistance), dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai tidak juga menjadi fokus pembahasan dan cenderung terabaikan.
(Baca juga: Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Pemberantasan Korupsi Dinilai Jauh dari Harapan)
Pemerintah dan DPR dinilainya justru menjadikan RUU KUHP dan RUU KUHAP sebagai prioritas Prolegnas 2014-2015 dan juga muncul upaya memasukkan RUU KPK sebagai prioritas Prolegnas tambahan 2016.
Menurut dia, keberadaan ketiga RUU tersebut sangat penting karena mendukung pemberantasan korupsi.
Lalola lantas mencontohkan penegak hukum yang saat ini dinilainya masih kesulitan menangkap buronan kasus korupsi yang berada di luar negeri karena Indonesia belum memiliki mekanisme hukum mutual legal assistance.
"Jelas kita bingung untuk menarik buronan di luar negeri. Hal itu hanya dijawab lewat RUU mutual legal assistance. Tapi ternyata belum dibahas sama sekali di DPR. Selain itu RUU perampasan aset dan pembatasan transaksi tunai juga penting karena akan mendukung pemberantasan korupsi," ujar dia.
Lemahnya fokus pemerintah terhadap upaya pemberantasan korupsi ini, lanjut dia, juga terlihat dari terbitnya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Inpres 7/2015 adalah salah satu regulasi terkait pemberantasan korupsi yang paling pertama dikeluarkan Presiden Jokowi.
Inpres ini menjadi rujukan utama agenda pemberantasan korupsi oleh Kabinet Kerja, termasuk bagi lembaga penegak hukum, seperti Kepolisian Republik indonesia dan Kejaksaan Agung.
Namun, menurut dia, Inpres tersebut terbit dalam waktu cukup lama, yakni 6 bulan setelah pelantikan presiden dan wakil presiden.
(Baca juga: Wapres: Parpol Bukan Akar Utama Korupsi)
Di sisi lain, kata Lalola, tidak terdapat mekanisme pengawasan, serta sistem penghargaan dan sanksi, sehingga menimbulkan kekhawatiran mandeknya implementasi Inpres 7/2015.
"Kita patut bertanya apakah pemerintahan Jokowi serius memberantas korupsi. Karena dari regulasi itu rasanya tidak serius. Pada masa Presiden SBY Inpres itu tidak sampai 2 bulan dikeluarkan setelah dia menjabat," ujar dia.