JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz menilai ketentuan pasal 40 a ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merugikan pihaknya.
Hal itu disampaikan kuasa hukum PPP kubu Djan Faridz, Zainab Musyarafah, dalam sidang gugatan uji materi terhadap pasal 40 a Ayat 3 UU Nomor 10/2016 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (18/10/2016).
PPP dalam gugatannya mempersoalkan frasa "dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia", dalam pasal 40 a Ayat 3 UU Nomor 10/2016.
"Pemohon dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya norma undang-undang a quo (pasal yang diuji)," ujar Zainab di hadapan majelis sidang yang dipimpin oleh Manahan MP Sitompul.
Zainab menjelaskan, hasil Muktamar PPP ke-8 yang digelar di Jakarta pada 30 Oktober hingga 2 November 2015 lalu memilih Djan Farid dan Dimyati Natakusumah sebagai pengurus pusat PPP yang sah.
Hal itu juga dikuatkan berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Namun, adanya frasa "dan didaftarkan...", kata Zainab, membuat keabsahan pimpinan suatu partai politik yang telah menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan tidak lagi didasarkan hanya pada putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Tetapi, juga bergantung pada pendaftaran yang dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan HAM.
Ia melanjutkan, ketentuan seperti yang tertuang pada frasa tersebut memberikan peluang terjadinya penafsiran yang ambigu atas kewenangan Kementerian Hukum dan HAM.
Frasa tersebut, kata dia, seakan memberikan pembenaran atas tindakan Kemenkumham yang mengabaikan putusan MA dengan cara tidak mendaftarkan Pemohon sebagai pengurus DPP PPP yang sah.
"Frasa tersebut memberikan ruang bagi menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan HAM, yaitu Kemenkumham untuk mengabaikan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," kata dia.
Pemohon, kata Zainab, telah menjadi korban tindakan sewenang-wenang Kemenkumham yang nyata-nyata mengabaikan putusan MA mengenai perselisihan internal partai politik.
Menurut Pemohon, jika frasa tersebut dihilangkan atau dihapus, maka hak konstitusional Pemohon terpulihkan. Sebab, Kemenkumham hanya akan tunduk dan menghormati putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Tanggapan Hakim
Majelis persidangan memberikan sejumlah masukan terhadap uji materi yang diajukan ini. Salah satunya, hakim anggota persidangan, Patrialis Akbar.