Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemohon Uji Materi Hak Pilih bagi Disabilitas Tidak Puas Atas Putusan MK

Kompas.com - 13/10/2016, 18:19 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak pemohon uji materi pasal terkait hak pilih bagi pengidap gangguan jiwa atau disabilitas mental mengapresiasi sekaligus menyayangkan putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Hanya sebagian dari permohonan yang dikabulkan hakim.

Permohonan uji materi diajukan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat yang diwakili oleh Jenny Rosanna Damayanti, Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA PENCA) yang diwakili oleh Ariani, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, dan Khorunnisa Nur Agustyati.

Mereka menilai, frasa "Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya" dalam pasal Pasal 57 Ayat 3 huruf a Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada, telah menghilangkan hak memilih seorang warga negara untuk dapat berpartisipasi dalam memilih calon kepala daerahnya.

Pengacara pihak pemohon, Fadli Ramadhaniel, mengatakan, adanya putusan tersebut memberikan kepastian perlindungan hak pilih bagi kaum disabilitas mental atau pengidap gangguan jiwa.

"Kami cukup apresiasi pertimbangan hukumnya," ujar Fadli, seusai mengikuti persidangan di MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/10/2016).

Putusan MK menyatakan bahwa ketentuan frasa "tidak sedang terganggu jiwa atau ingatannya" dalam Pasal 57 ayat 3 huruf a UU Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa tersebut tidak dimaknai sebagai mengalami gangguan jiwa dan atau gangguan ingatan permanen dengan ketentuan surat atau pernyataan dari profesional bidang kesehatan jiwa.

Menurut Fadli, putusan tersebut memperbolehkan semua warga negara yang berusia 17 tahun dan atau sudah pernah menikah namun memiliki gangguan kejiwaan, tetap masuk dalam daftar pemilih.

"Sepanjang tidak ada keterangan dokter yang mengatakan bahwa warga negara (tersebut) mengidap gangguan jiwa permanen dan tidak memiliki masalah dalam meberikan hak pilihnya (maka) dia harus didaftar," kata Fadli.

Namun, Fadli juga menyayangkan putusan MK tersebut.

Menurut dia, majelis tidak menyebutkan secara spesifik siapa pihak berwenang yang mengeluarkan surat keterangan bahwa warga negara (tersebut) mengidap gangguan jiwa permanen.

"Itu harus dikeluarkan oleh ahli yang punya kapsitas dan kemampuan, ini agak sulit diterapkan. Siapa yang berkewajiban keluarkan dan bagaiman itu dilakukan dalam konteks pemutakhiran daftar pemilih," kata dia.

Oleh karena itu, Ia berharap, ketentuan ini nantinya dijabarkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

"Ke dalam aspek teknis, PKPU," kata dia.

Selain itu, lanjut Fadli, tidak diterimanya seluruh gugatan uji materi atau dibatalkannya pasal tersebut oleh MK, maka keraguan bahwa penderita gangguan jiwa juga bisa memilih belum terhapuskan.

"Lebih dari itu kami ingin memastikan adanya kosntitusionalitas untuk menghilangkan stigma buruk pada penderita gangguan jiwa, padahal mereka mampu," kata peneliti Perludem tersebut.

Permohonan gugatan ini teregistrasi di MK dengan nomor perkara 135/PUU-XIII/2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com